"Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, prinsip toleransi kehidupan beragama adalah nilai yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Perbedaan agama tidak menjadi alasan untuk tidak berbuat baik antar sesama, apalagi menjadi pemicu permusuhan dan pertentangan," jelas Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam saat berbincang, Kamis (20/12/2012).
Doktor hukum Islam ini yang akrab disapa Niam ini menjelaskan, penghormatan, penghargaan, dan toleransi beragama itu tidak bermakna mengikuti ritual ibadah masing-masing agama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Niam melanjutkan, jelas kalau dalam ritual keagamaan, misalnya umat kristiani, dalam rangka menghormati umat Islam yang berhari raya kemudian ikut salat Idul Fitri misalnya, tentu jelas tidak pas.
"Demikian sebaliknya, kalau atas nama kebersamaan, toleransi, dan pluralisme misalnya, kemudian ada orang Islam ikut misa atau ritual agama lain, meski tidak ada niat meyakini, tentu juga tidak benar," urainya.
Yang terpenting, harus menjaga otonomi doktrin agama bagi masing-masing agama dan tidak saling overlap, dengan tetap menjaga harmoni sosial dan relasi kehidupan bermasyarakat.
Sedang terkait hubungan sesama manusia dalam konteks sosial, yang berkaitan dengan ritual, Niam menuturkan hal itu tidak tepat apabila menggunakan instrumen ritual untuk kepentingan sosial.
"Banyak cara untuk meneguhkan persaudaraan kemanusiaan yang jauh lebih substansial dan produktif. Intinya, hal baik jika dilakukan dengan cara yang kurang baik, nanti hasilnya nggak optimal. Melakukan hal baik, dengan tujuan baik, juga harus dengan cara yang baik pula. Tidak hanya berhenti pada niat ataupun cara. Harus dipastikan bahwa tujuannya tercapai secara baik serta tidak berdampak negatif," tegasnya.
(ndr/mad)











































