Dalam keterangannya, Saan menjelaskan duit pinjaman dari Nazar itu diterima pada 12 Agustus 2012. Saat itu Saan dan beberapa politisi Demokrat tengah membahas pencalegan Pemilu 2009 di kantor Nazar.
"Nazar memberikan saran dan bersedia membantu dalam pencalegan. Itu tidak digunakan dan dibawa lagi oleh Pak Nazar," kata Saan yang dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Neneng Sri Wahyuni di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (20/12/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ingin jelaskan, Pak Nazar bilang, saya harus jadi anggota DPR. Nazar menawarkan membantu saya, walaupun saat itu saya yakin saya bisa (terpilih jadi anggota DPR, red). Nazar bilang jangan berspekulasi, harus terpilih. Jadi dia bantu saya," terangnya.
Sementara itu, karyawan PT Anugrah Nusantara, Gatot Sumarlin yang juga dihadirkan sebagai saksi mengakui pernah ditugaskan Direktur Administrasi Anugrah, Marisi Martondang terkait proyek ini.
Gatot diminta mengecek pemasangan barang di Lampung. "Barang penerangan jalan umum," ujarnya.
Selama menjalankan tugas, Gatot mengaku sebagai karyawan PT Alfindo Nuratama Perkasa. "Saya disuruh Marisi. Selesai melaksanakan tugas saya melapor ke Marisi," akunya.
Neneng didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Neneng didakwa memperkaya diri Rp 2,2 miliar, sementara sejumlah pihak juga mendapat uang terkait proyek ini. Kerugian negara dalam proyek dengan anggaran Rp 8,9 miliar ini mencapai Rp 2,7 miliar.
Dalam dakwaan disebutkan, Neneng bersama Muhammad Nazaruddin, Marisi Matondang, Mindo Rosalina Manulang, Arifin Ahmad dan Timas Ginting, secara melawan hukum melakukan intervensi terhadap pejabat pembuat komitmen dan panitia pengadaan dalam penentuan pemenang lelang pada kegiatan pengadaan dan pemasangan PLTS Kemenakertrans pada tahun 2008.
(fdn/rmd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini