"Memang satu kasus yang pembayaran diyatnya jatuh pada tanggal 14 Desember besok, dana yang tersedia di Kemenlu sudah disalurkan kepada perwakilan pemerintah untuk bisa diberikan ke lembaga pemaafan di Arab saudi," kata Menlu Marty Natalegawa usai rapat dengan komisi I di Gedung DPR, senayan, Jakarta, Selasa (11/12/2012).
Menurutnya, Kemenlu masih terus bernegosiasi dengan pihak keluarga korban di Malaysia tentang tuntuan keluarga yang telah ditetapkan dengan dana yang disipakan oleh pemerintah agar Satinah bebas dari hukum Pancung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan, pembayaran diyat tersebut tidak diambil dana APBN, melainkan dana DIPA kemenlu karena hal ini adalah untuk pembayaran secara pemaafan.
"Jadi kalau di Kemenlu ada dana yang namanya DIPA untuk masalah perlindungan WNI di luar negeri, pada umumnya secara keseluruhan yang tidak besar jumlahnya dibandingkan denga permasalahan yang kami hadapi," ucapnya.
"Namun dalam situasi seperti ini kami harus gerak cepat dan harus memastikan bahwa hal-hal terburuk dapat kita hindari. Sama seperti dulu dana DIPA Kemenlu, dipergunakan untuk mengatasi masalah ini," lanjutnya.
Sebelumnya, Satinah divonis pancung pada 3 September 2011 lantaran dituduh membunuh majikan lansianya dengan cara memukul tengkuknya. Tawar menawar diyat-pun dilakukan hingga akhirnya tercapai kesepakatan sebesar 7 Juta Riyal atau Rp 21 miliar.
Tawar menawar harga masih berlangsung hingga saat ini. Ketua Satgas TKI, Maftuh Basyuni, telah melakukan pertemuan dengan Gubernur Gaseem selaku mediator, Raja Faisal bin Bandar bin Abdul Aziz Al Saud, agar bisa menyakinkan pihak keluarga korban untuk menurunkan diyat-nya.
“Negosiasinya masih berlangsung terus. Gubernur Gaseem bersikap sangat kooperatif untuk mendukung pengurangan diyatntya. Namun sebagaimana diketahui ketentuan hukum yang berlaku di Arab Saudi, pihak Keluarga Korbanlah yang berhak untuk memutuskan soal diyatnya,” lanjut Humphrey.
(iqb/lh)