"Sejak harga disampaikan Rp 65 ribu per meter kami sudah tidak sepakat," kata Heri di Desa Lemah Ireng, Kabupaten Semarang, Kamis (29/11/2012).
Menurut Heri, eksekusi tersebut melanggar prosedur hukum karena hak perdata atas lahan masih melekat pada warga Lemah Ireng. Selain itu, saat ini pihaknya sedang mengajukan proses kasasi untuk menggugat surat keputusan gubernur terkait harga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Proses eksekusi ini akan kami jadikan bukti," imbuhnya.
Ia menjelaskan, eksekusi tidak seharusnya dilakukan. Selain karena hak perdata yang masih melekat pada warga, uang pengganti hasil konsinyasi juga belum diambil oleh warga.
Sementara itu, kuasa hukum TPPT, Susilowati menyatakan lebih dari 75 persen warga sudah mengambil ganti rugi. Ia menambahkan pihaknya sudah berusaha melakukan dialog dan sosialisasi kepada warga namun tidak mendapatkan respons.
"Sudah dipanggil tiga kali oleh Lurah tapi warga tidak datang. Kasasi itu proses perdata, jadi kalau dilakukan (eksekusi) itu tidak apa-apa," ujar Susilowati.
Proses eksekusi sempat diwarnai aksi penolakan oleh warga. Beberapa diantaranya terpaksa diamankan oleh petugas gabungan karena ada warga yang nekat menghalang-halangi alat berat yang sedang beroperasi. Sementara itu, warga lainnya menangis dan berdoa melihat tanahnya dieksekusi.
Ketegangan antara warga, petugas keamanan, dan pihak TPPT mereda setelah warga yang sudah tidak berdaya digiring menuju tenda milik polisi. Di sana, mereka berdialog dengan Wakil Bupati Semarang, Warnadi.
"Saya harap warga tetap melanjutkan proses hukum, semoga saja bisa menang. Kalau tidak bisa, saya akan kembali lagi ke sini, saya akan cari program pemberdayaan masyarakat, itu janji saya," kata Warnadi kepada warga.
Ia juga berjanji akan menanggung biaya pengobatan bagi warga yang terluka akibat bersitegang dalam eksekusi yang dilakukan di lahan Desa Lemah Ireng.
(alg/try)