Pantauan detikcom, Kamis (1/12/2012), sidang selesai pukul 11.30 WIB. Neneng yang mengenakan jilbab biru muda, cadar dan kaca mata ini langsung bergegas meninggalkan ruang sidang di lantai dua Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl HR Rasuna Said. Neneng yang juga mengenakan jaket tahanan KPK warna putih ini tak bicara sepatah kata pun saat diberondong wartawan.
"Nggak ada komentar apapun. Nggak ada gunanya dihalangi (jalannya Neneng)," ujar salah satu kuasa hukum Neneng, Hotman Paris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hotman kembali menegaskan soal bantahan Neneng yang disebut dalam dakwaan sebagai Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara. Hotman menilai dakwaan tersebut cacat hukum.
"Secara akte maupun faktual bukan dia direktur. Berarti surat dakwaan itu sudah cacat hukum. Iya bertentangan (keterangan Yulianis) karena yang menentukan direktur keuangan ada aktenya ada dokumennya, tidak boleh ngarang," jelasnya.
"Jadi begini deh, di dalam BAP Yulianis 1 Juni 2011, dia mengaku mengantarkan uang jutaan dolar ke pejabat menpora, mengapa tidak jadi tersangka? Sedangkan ibu rumah tangga dengan dakwaan Rp 10 juta, yang intervensi dijadikan terdakwa. Yulianis mengaku puluhan kali memberi jutaan dolar, dan memerintahkan mengapa tidak jadi tersangka, sedangkan ibu rumah tangga punya 3 anak dakwaannya hanya Rp 10 juta, apalah, inilah, ada apa dengan KPK?" paparnya.
Sementara itu kuasa hukum lainnya, Junimart Girsang mengatakan dakwaan terhadap Neneng dipaksakan. "Sekarang buat apa tanda tangan kalau tidak masuk dalam akte, tidak ada gunannya. Jadi dakwaan itu dalam statuspun sudah salah, kami berpendapat dakwaan itu dipaksakan," imbuhnya.
Istri Muhammad Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Neneng terancam 20 tahun penjara. Dalam dakwaan dijelaskan, Neneng selaku Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara secara sendiri atau bersama-sama melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara terkait proyek PLTS di Kemenakertrans.
"Terdakwa melakukan intervensi kepada pejabat pembuat komitmen dan pejabat pengguna anggaran dalam penentuan pemenang lelang PLTS," terang jaksa penuntut umum, Ahmad Burhanuddin, saat membacakan dakwaan.
Namun Neneng membantah pernah menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara sebagaimana disebut dalam dakwaan jaksa.
"Status pekerjaan saya tidak terima, karena saya bukan direktur keuangan PT Anugerah, saya ibu rumah tangga," kata Neneng usai mendengar pembacaan dakwaan.
(mpr/nrl)