Pandangan kebebasan berekspresi dari negara barat diwakili pandangan Amerika Serikat, seperti yang disampaikan Presiden AS Barack Obama. Ketika berpidato, Obama memang menegaskan bahwa negaranya tidak ada hubungannya dengan video tersebut.
Obama pun menyampaikan bahwa isi film itu harus ditolak karena merupakan sebuah penghinaan kepada umat Islam dan Amerika juga. Namun, selaku negara demokrasi, Amerika tidak bisa melarang atau menghukum sang pembuat video.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, apa yang dituturkan Obama ini kiranya menjadi sebuah sikap negara barat di PBB. Tak heran, kalau isu freedom of speech terkait 'Innocence of Muslims' tak jadi topik khusus di PBB.
Padahal munculnya film itu telah menyebabkan gelombang protes besar-besaran di negara muslim. Mulai dari Libya yang menyebabkan tewasnya Dubes AS Chris Stevens, hingga penyerbuan Kedubes AS di Mesir.
Sekjen PBB Ban Ki Moon sempat menyinggung soal freedom of speech itu. Dalam pidato di sidang umum PBB, dia menyampaikan pandangannya. Pada dasarnya, kebebasan berpendapat jangan menjadi alasan melakukan kejahatan.
"Kebebasan berpendapat adalah hal penting. Tapi jangan menjadi lisensi untuk berbuat jahat," tegas Ban Ki-moon.
Tapi Ban Ki-moon hanya berhenti di situ. Sebenarnya, dibutuhkan suatu langkah nyata dalam mengatur apa yang disebut kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab, seperti tidak menistakan agama lain.
Pentingnya suatu pengaturan itu disuarakan Indonesia. Penting diatur agar kejadian penistaan tidak berulang. Lihat saja, dari tahun ke tahun penistaan terhadap agama selalu terjadi, yang berujung pada aksi protes dan unjuk rasa di negara-negara muslim. Jangan sampai bibit radikalisme muncul karena hal tersebut.
Presiden SBY dalam pidato di Markas PBB, menyuarakan konsensus internasional untuk mencegah permusuhan berlatar agama. Dalam pidatonya, SBY menekankan mengenai budaya universal saling toleransi dan menghargai keyakinan beragama satu sama lain.
SBY prihatin bahwa pencemaran nama baik agama itu sampai sekarang masih ada. "Meskipun ada inisiatif dari negara-negara PBB dan juga forum lain, pencemaran nama baik agama terus berlanjut. Kami telah melihat lagi salah satu wajah yang buruk dalam film 'Innocence of Muslims' yang sekarang menyebabkan kegemparan internasional," kata SBY pada Selasa lalu.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa dalam melaksanakan kebebasan berekspresi, setiap orang harus memperhatikan moralitas dan ketertiban umum.
"Kebebasan berekspresi itu tidak mutlak. Oleh karena itu, saya meminta sebuah instrumen internasional untuk secara efektif mencegah hasutan permusuhan atau kekerasan berdasarkan agama atau kepercayaan. Instrumen ini, produk dari konsensus internasional, yang masyarakat dunia harus mematuhinya," ujar SBY.
Wacana protokol antipenistaan agama ini yang menjadi misi Indonesia ke depan. Sinyal positif sudah diberikan Presiden Mesir Morsy. Seperti dituturkan Menlu Marty Natalegawa, Indonesia pun akan menggandeng negara-negara lain di PBB.
"Kita juga bisa melalui Dewan HAM," terang Marty beberapa waktu lalu.
Wacana konsensus bersama soal freedom of speech ini memang terus bergulir. Kita tinggal menunggu apa hasil akhir nanti. Mungkinkah film semacam 'Innocence of Muslims' terulang lagi?
(ndr/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini