"Saat ini saya punya 3 istri. Kalau sehari bisa mendapat untung dari jualan obat kuat Rp 100 ribu, saya bagi tiga. Masing-masing istri saya kasih Rp 30 ribu. Sisanya saya kantongin," kata Otong saat ditemui detikcom di kios toko obat kuat miliknya di kawasan Pasar Induk Cipinang, Pulogadung, Jakarta Timur, Jumat (7/9/2012).
Pada tahun 1980-an, dia bisa mengeruk omzet dari jualan obat kuat Rp 300 ribu perhari, keuntungan yang sangat besar untuk ukuran waktu itu. Pelanggannya mayoritas kuli Pasar Induk Cipinang. Dengan uang tersebut dia menikahi banyak perempuan silih berganti, termasuk bermain perempuan di tempat pijat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Otong terlahir sebagai anak petani sayur di Babelan, Bekasi. Ayahnya biasa menanam cabai dan tomat. Jika memanen, orang tuanya membawa dengan memikul keranjang ke pasar. "Saya dua bersaudara, adik saya perempuan dan kini berjualan rokok," kisahnya.
Jika musim paceklik, orang tua Otong jualan burung dari di Pasar Mede Lama, Jaksel. Otong sendiri mengenyam dunia pendidikan hanya sampai tingkat SMP. "Sempat masuk kelas 1 SMA tapi hanya sebentar dan terpaksa keluar karena tidak ada biaya," ujar Otong.
Meski jualan obat kuat dia sama sekali awam dalam hal farmasi. Dia menjual obat saat tahun 1975 saat tiba-tiba diminta membelikan obat kuat oleh orang yang tak dikenalnya di tepi rel kereta api di Pulogadung. "Sejak saat itu banyak yang mengira saya penjual obat kuat. Lalu saya buka kios hingga sekarang," kisah Otong.
(asp/nrl)