"Kita malah belum tahu kasasi MA tersebut," kata pengacara Lion Air, Nusirwin, saat berbincang dengan detikcom, Selasa (4/9/2012).
Dia membenarkan pihaknya kalah di Pengadilan Negeri Jakarat Pusat (PN Jakpus) tetapi menang di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Nusirwin juga baru tahu kalau denda yang dijatuhkan majelis hakim turun dari US$ 31 ribu menjadi US$ 25 ribu (Rp 240 juta menurut kurs sekarang).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, Kedubes Turki menggandeng perusahaan ekspedisi CV Saka Export untuk mengirim bantuan bagi korban gempa Aceh pada 2007 lalu. Dalam kesepakatan disetujui pesawat yang dicarter yaitu Boeing 737-400, tetapi kenyatannya malah pesawat MD90.
Atas kejadian tersebut, CV Saka Export pun melayangkan gugatan ke PN Jakpus. Gayung bersambut sebab pada 25 Juni 2008, PN Jakpus mengabulkan gugatan dan menghukum Lion Air sebesar US$ 31 ribu. Lion air juga harus meminta maaf melalui pemasangan iklan di harian nasional yang terbit di Jakarta dan Yogyakarta.
Tidak terima dengan putusan tersebut, Lion Air lalu mengajukan banding. Angin segar pun berhembus kepada maskapai penerbangan berlogo singa terbang ini. Sebab pada 31 Juli 2009, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membatalkan putusan PN Jakpus.
Mendapati putusan ini, giliran CV Saka Export mengajukan perlawanan hukum dengan mengajukan kasasi. Putusan MA menganulir putusan banding dan mengembalikan kepada putusan PN Jakpus dengan merevisi besarnya biaya denda.
"Menyatakan Lion Air telah melakukan cidera janji (wanprestasi). Menghukum tergugat membayar denda US$ 25 ribu," demikian putusan MA yang diketuai oleh Imron Anwari dengan hakim anggota Suwardi dan Soltoni Mohdally pada 15 Desember 2010 lalu.
(asp/nrl)