"Ini menandakan bahwa masyarakat pesimis dan cenderung tidak percaya untuk mengunakan alat atau instrumen demokrasi seperti polisi, kejaksaan, pengadilan, dan advokat," kata Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia, Alvon K Palma saat memberikan komentar soal jasa preman, Kamis (30/8/2012).
Preman juga sudah menjadi keseharian kehidupan di kota-kota besar. Padahal, instrumen hukum di kota-kota sudah tersedia. Tetapi ya itu tadi, preman seolah menguasai kota. Sering kali terdengar bentrokan antar kelompok A dengan kelompok B yang berujung pada jatuhnya korban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semestinya menjadi suatu keharusan dalam negara hukum untuk menjalankan UU. Masyarakat yang demokratis dan maju mengutamakan aparat penegak hukum untuk menjadi solusi.
"Tapi mereka (masyarakat) melihat ada persoalan di aparat penegak hukum ini. Seperti tidak akan mendapatkan keadilan dan cenderung berbiaya mahal akibat ada praktek mafia peradilan," jelasnya.
Oleh sebab itu, fenomena banyak organisasi tanpa bentuk ini bisa saja dilegitimasi sebagai realitas bahwa negara dapat secara asal dan membabi buta membubarkan organisasi massa dan organsisasi masyarakat sipil (NGO).
"Jadi upaya selanjutnya negara harus hati-hati dalam menyelesaikan hal ini. Jangan langsung membuat UU sebagaimana dilakukan saat ini yakni RUU Ormas. Ini bahaya," tegasnya.
(ndr/gah)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini