Hukuman ini tidak hanya menjadi peringatan bagi masyarakat, tetapi juga para provider seluluer.
"Oleh karena mungkin dari operator telepon bikinlah aturan, tidak lagi atau melarang penjualan voucher sekali pakai sehingga nomor-nomor telepon mudah dilacak," ujar juru bicara MA Djoko Sarwoko saat dihubungi wartawan, Kamis (16/8/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau sekali dipakai, terus dibuang, kan sulit dilacak. Jangan diaktifkan nomornya kalau identitas tidak jelas," ujar Ketua Muda MA bidang Pidana Khusus ini.
Djoko menjelaskan pertimbangan majelis bahwa saat ini pesan singkat banyak digunakan untuk melakukan kejahatan, seperti penipuan, kejahatan seksual dan lain-lain. Pesan singkat bermateri jorok, cabul dan porno menurutnya termasuk perilaku kekerasan terhadap wanita.
"Kalau di luar negeri itu termasuk sexual harassment dan bisa dipidana berat. Makanya hukumannya saya naikkan. SMS itu meresahkan, apalagi dikirim ke banyak orang," ujarnya.
Kasus ini bermula saat Saiful mengirimkan SMS berisi perkataan cabul, jorok dan porno kepada beberapa nomor di handphone-nya pada awal 2011. Semua yang dia kirimi adalah perempuan, salah satunya Adelian Ayu Septiana. Isi SMS seronok tersebut membuat Adel merasa risih dan dilecehkan. Apalagi SMS dikirim berkali-kali. Adel pun melaporkan hal ini ke polisi.
PN Madiun dan Pengadilan tinggi Surabaya menghukum Saiful dengan hukuman percobaan. Namun putusan ini dianulir MA dengan menghukum 5 bulan penjara bagi Saiful. Putusan ini dibuat pada 9 Agustus 2010 lalu ini diketok oleh ketua majelis Djoko Sarwoko dengan hakim anggota Komariah Emong Sapardjaja dan Surya Jaya. Kasus ini menjadi kasus SMS cabul pertama yang masuk MA dan dipidana.
(asp/nrl)