Demikian disampaikan Koordinator Program, Forest Watch Indonesia, (FWI) Markus Ratriyono dalam siaran persnya diterima detikcom, Jumat (10/8/2012).
Menurut Markus, telah ditemukan sejumlah penyimpangan atas aturan hukum dan fungsi lindung di kawasan Puncak. Kawasan Puncak di Bogor selama ini telah ditetapkan sebagai kawasan lindung secara nasional. Kawasan ini berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi wilayah pertanian, pemukiman, dan industri di Bogor, Depok, Jakarta dan Bekasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan pantauan FWI, telah dijumpai pengurangan tutupan hutan yang cukup luas pada kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. FWI memantau perubahan tutupan hutan yang terjadi sepanjang 10 tahun terakhir, yaitu pada periode waktu tahun 2000-2009.
Berkurangnya kawasan berhutan itu menyebabkan daerah tangkapan air utama di DAS Ciliwung kini hanya tersisa 12 persen dibandingkan luas total kawasan DAS yang mencapai 29 ribu hektar.
"Hanya dalam waktu 10 tahun, area berhutan di kawasan penyokong tata air DAS Ciliwung telah hilang seluas hampir 5.000 hektar atau setara dengan luas Kota Sukabumi," kata Markus.
FWI juga melakukan pengecekan lapangan pada dua kecamatan di wilayah Puncak, yakni Kecamatan Megamendung dan Cisarua.
"Ternyata, secara umum kawasan lindung di kedua kecamatan tersebut kini berwujud areal kebun dan rumah-rumah peristirahatan. Rumah-rumah peristirahatan tersebut disokong dengan kemudahan akses jalan dan jembatan yang dibangun dengan dana Pemerintah," kata Markus.
Sementara itu, peneliti senior Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB Bogor, DR. Ernan Rustiadi, M.Agr, mengatakan urusan Puncak harus ditanggung secara adil, bukan jadi tanggungan Kabupaten Bogor.
"Tapi juga Jakarta dan Pemerintah Pusat. Sementara Pemkab Bogor sendiri diharap tidak terlalu bernafsu mengkonversi fungsi-fungsi lindung di kawasan Puncak," kata Ernan.
(cha/mok)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini