Kasus-kasus Besar yang Jadi Perhatian Publik Tapi Tak Tuntas di Polri

Kasus-kasus Besar yang Jadi Perhatian Publik Tapi Tak Tuntas di Polri

- detikNews
Rabu, 08 Agu 2012 13:00 WIB
Kasus-kasus Besar yang Jadi Perhatian Publik Tapi Tak Tuntas di Polri
Jakarta - Keinginan Mabes Polri menangani kasus simulator SIM ditentang banyak kalangan. Salah satu kekhawatiran adalah penanganan kasus yang tak tuntas. Salah satu alasannya Polri memiliki kewenangan menghentikan penyidikan atau SP3.

"Juga kekhawatiran ada konflik kepentingan," kata peneliti hukum Indonesia Corrution Watch (ICW) Febri Diansyah, Rabu (8/8/2012).

Apalagi ada sejumlah kasus besar yang ditangani kepolisian. Namun pada akhirnya kasus itu tak tuntas alias tak menyentuh nama besar yang kerap dikait-kaitkan dalam kasus itu. Pihak Polri dalam beberapa kali kesempatan menjelaskan, penyidikan sudah dilakukan sesuai prosedur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut catatan 4 kasus besar yang ditangani Polri tapi tak tuntas:

1. Kasus Rekening Petinggi Polri

Kapolri Jenderal Timur Pradopo
Kasus rekening petinggi Polri yang dikenal sebagai kasus rekening gendut mencuat saat PPATK mensinyalir adanya jenderal polisi yang memiliki rekening tak wajar. Kasus itu pun ramai diperbincangkan publik. Apalagi kasus itu juga sempat dipegang KPK.

Polri bergerak cepat. Bareskrim segera menganalisa laporan PPATK itu. Hasil penyelidikan Polri tak ada transaksi mencurigakan dalam rekening milik petinggi Polri.

"Kalau memang itu terpenuhi unsur-unsur pidana, ya kita proses secara transparan, kalau tidak ada, apa yang mau kita umumkan pada masyarakat," ujar Kapolri Jenderal Timur Pradopo, dalam acara refleksi akhir tahun Polri, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Jumat 30 Desember 2011 lalu, menjawab perihal rekening Polri.

"Di dalam ketentuan artinya pencucian uang tadi apa yang disampaikan PPATK, itu kita belum bisa sampaikan kepada publik, karena itu belum masuk unsur pidana," tambah dia lagi.

2. Kasus Gayus Tambunan

Gayus Tambunan
Kasus mafia pajak Gayus Tambunan juga menyeret beberapa perwira Polri. Kasus yang membetot perhatian masyarakat ini memang secara khusus ditangani Bareskrim, setelah nyanyian mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji.

Gayus memang disidik, namun kemudian bebas di Pengadilan Tangerang. Nah, kemudian Susno membuka kasus ini. Ada dugaan permainan di kasus ini. Memang pada akhirnya, beberapa penyidik kepolisian, jaksa, hingga hakim diseret pidana atas dugaan suap.

Tercatat, ada 7 petugas polisi yang namanya dikaitkan dalam kasus Gayus ini. Mereka yakni, Kompol Arafat, AKP Sri Sumartini, AKBP Mardiyani, Kombes Pambudi, Kombes Eko, Brigjen Edmon Ilyas, Brigjen Raja Erizman.

Arafat dan Sri Sumartini telah divonis masing-masing 5 tahun dan 2 tahun bui oleh Pengadilan Jakarta Selatan. Kompol Arafat dituding menerima suap motor Harley Davidson senilai Rp 410 juta dari Alif Kuncoro supaya Alif dan adiknya, Imam Cahyo Maliki, tidak dijadikan tersangka dalam kasus Gayus Tambunan.

Sedang Brigjen Raja Erizman, Brigjen Edmon Ilyas, AKBP Mardiyani, dan Kombes Pambudi Pamungkas hanya disidang etika Polri dan dijatuhi sanksi admnistratif.Β 

3. Proyek Alkom Jarkom

Makbul Padmanegara (kiri)
Pengadaan jaringan radio komunikasi (jarkom) dan alat komunikasi (alkom) Mabes Polri ini dilakukan pada 2002-2005. Mabes Polri bergerak melakukan penyelidikan setelah kasus ini ramai diperbincangkan publik.

Polri saat itu sempat melakukan pemeriksaan atas mantan Kepala Divisi Telematika Mabes Polri Irjen Pol Saleh Saaf. Bukan hanya itu saja, kemudian Polri menetapkan tersangka yakni Henry Siahaan dan Santo, dua bos PT Chandra Eka Karya Pratama. Keduanya pun sempat ditahan. Namun pada akhirnya, keduanya bebas karena habis masa tahanan. Proses hukumnya hingga kini belum ada kabar lagi.

Kabareskim saat itu Makbul Padmanegara juga menyatakan, tidak ada unsur pidana dalam kasus proyek pembangunan alkom jarkom Polri tahun 2002-2005 senilai Rp 602 miliar itu. Namun Bareskrim menyerahkan ke Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri karena ada unsur pelanggaran administrasi.

"Sampai saat ini kami belum menemukan adanya indikasi kerugian negara sehingga kami belum bisa memutuskan kasus ini terindikasi korupsi," kata Kabareskrim Komjen Pol Makbul Padmanegara dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa 14 Februari 2006.

4. Kasus Minyak Zatapi

Bambang Hendarso Danuri
Kasus impor minyak zatapi diusut saat Kapolri masih dipegang oleh Sutanto. Saat itu Kabareskrim dijabat Bambang Hendarso Danuri. Kasus ini banyak dibicarakan publik. Bukan apa-apa, Polri saat itu sampai melakukan penggeledahan kantor pusat Pertamina.

Hasil penggeledahan saat itu yang dilakukan Direktorat Tipikor di bawah pimpinan Brigjen Pol Jose Rizal diduga impor minyak zatapi menimbulkan kerugian negara hampir Rp 500 miliar. Selama dua tahun, Polri menyidik kasus ini. Bahkan penyidik Polri sempat pergi ke Singapura untuk menyidik kasus itu.

Polri juga sebelumnya telah menetapkan lima tersangka dari internal PT Pertamina dan satu tersangka dari perusahaan rekanan. Dalam kasus ini, Pertamina melelang pengadaan minyak zatapi 600 ribu barrel senilai 54 juta dolar Amerika Serikat.

Namun kemudian pada Februari 2010, Bambang Hendarso Danuri yang naik menjadi Kapolri mengungkapkan, penyidik Badan Reserse Kriminal Polri telah menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi impor minyak zatapi di tubuh PT Pertamina.

"Audit BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) telah menyebutkan tidak ada kerugian negara," kata Kapolri usai rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Jakarta, Selasa sore.

Ia mengatakan, berkas pada penyidik Polri dengan penuntut umum di kejaksaan juga menunjukkan, kasus korupsi itu tidak layak untuk dilanjutkan penyidikannya. "Kasusnya sudah dihentikan oleh penyidik beberapa waktu lalu," tambahnya.
Halaman 2 dari 5
(ndr/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads