"Itu dia, saya melihat begini ada upaya menggiring ke sengketa kewenangan, saya nggak mau bilang pembangkangan tapi ini tidak ada urusan sama pengambilalihan," kata pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Ganjar Laksamana Bonaparta, saat berbincang lewat telepon, Selasa (7/8/2012).
Menurut Ganjar, kasus simulator SIM yang ditangani KPK tak bisa disebut pengambilalihan dari Polri. Sebab, dalam UU KPK no 30 tahun 2002, terutama pasal 50 jelas mengatakan, bila ada penegak hukum lain yang menyidik kasus sama, harus berhenti dan diserahkan ke KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itu, Ganjar meminta agar KPK tetap menyidik kasus ini seperti biasa. Irjen Djoko Susilo harus segera diperiksa. Bila Polri menghalangi, KPK jangan segan untuk menjerat mereka dengan pasal menghalang-halangi proses penyidikan.
"Walaupun kita sama-sama tahu, polisi bisa menggunakan itu. Tapi KPK jelas lebih berwenang," ucapnya.
Rebutan perkara antara KPK dan Polri ini terjadi setelah pihak Polri menetapkan lima orang tersangka yakni AKBP Teddy Rusmawan sebagai ketua pengadaan, Kompol Legino saat ini menjabat sebagai Bendahara Satuan Korlantas, Wakorlantas Brigjen Didik Purnomo, dan pihak swasta yakni Sukotjo Bambang, serta Budi Santoso. Tiga nama terakhir itu, juga telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Selain tiga nama tersebut yang 'tersangka bersama', KPK juga telah menetapkan mantan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka. Situasi persaingan KPK dan Polri semakin panas setelah pihak kepolisian merasa keberatan dengan penggeledahan yang dilakukan KPK di kantor Korlantas pada Senin (30/7) lalu. Selain sempat menahan barang bukti dan penyidik KPK, pihak Polri juga sampai sekarang mengirimkan personel khusus guna menjaga barang bukti yang ada di kantor KPK.
(mad/nwk)