"Dalam kunjungan yang dipimpim oleh Menteri Urusan Perbatasan Letjen U Thein Htay maka didapatkan gambaran di lapangan bahwa situasi kerusuhan di kota-kota di wilayah Rakhine State telah dapat dihentikan," tulis Sekretaris KBRI Yangoon Djumara Supriyadi dalam surat elektronik, Jumat (3/8/2012).
Site Visit (kunjungan lapangan) ke Rakhine State tepatnya di kota Sittwe dan Maungdaw, dilakukan pada 31 Juli-1 Agustus 2012. Selain itu, per akhir Juli 2012 tercatat Pemerintah Myanmar telah mendirikan sebanyak 89 kamp pengungsi yang memfasilitasi sekitar 14.328 orang Rakhine dan 30.740 orang Muslim, yang terkena dampak konflik tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari berbagai wawancara dengan warga di kawasan Rakhine State, diperoleh gambaran bahwa sebelum peristiwa kerusuhan ini terjadi kehidupan masyarakat antara umat beragama cukup toleran dan harmonis. Namun demikian warga juga tidak mengetahui secara persis mengapa sampai kerusuhan itu terjadi dan meluas.
"Dari pengamatan, baik itu pengerahan pasukan keamanan maupun pengerahan bantuan kemanusiaan dari Pemerintah Myanmar dilihat cukup adil dan tidak terlihat adanya upaya memihak kepada salah satu kelompok saja," terang Djumara.
Kini setelah konflik bisa dihentikan, permasalahan utama yang sekarang dihadapi oleh masyarakat Rakhine State ada dua yakni secara jangka pendek adalah masalah pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari warga. Sedangkan secara jangka panjang adalah masalah pemulihan atau rehabilitasi serta rekonsiliasi antar warga.
"Terkait dengan isu Rakhine State, maka Pemerintah RI juga akan mengedepankan kebijakan constructive engagement dengan Myanmar, agar Pemerintah Myanmar dapat mewujudkan suatu stabilitas di wilayah tersebut, yang diawali dengan upaya rehabilitasi dan rekonsilisasi, agar tercipta suatu kehidupan beragama yang rukun, toleran dan saling menghargai satu sama lain," tuturnya.
(ndr/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini