Ketua LSM Semai Jiwa Amini (SEJIWA), Diena Haryana, yang selama ini fokus terhadap penanganan aksi bully di kalangan pelajar Indonesia, mengatakan korban bully dapat terganggu aktivitas otaknya karena mengalami stres.
"Dampak bagi yang di-bully itu luar biasa buruk," kata Diena saat berbincang dengan detikcom, Senin (30/7/2012) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika hormon stres melebihi normal, apalagi dalam jangka waktu yang lama, bagian otak yang digunakan untuk menganalisa kebijaksanaan dan proses berpikir itu nggak jalan," papar Diena.
Karena proses berpikirnya tidak berjalan sebagaimana mestinya, perkembangan anak yang di-bully bisa terhambat. "Aku khawatir pertumbuhan mental seorang anak korban bully. Otak itu baru lengkap kalau dia umurnya 20 tahun, seharusnya jumlah neuron 100 miliar, dan pertumbuhan itu harus didukung oleh lingkungan," tutur Diena.
Menurut Diena, ada tiga hal yang terjadi saat seorang anak menjadi korban bully. "Mereka flight, melarikan diri. Fight, mati-matian bertempur, atau freeze, dia terima saja," terangnya.
Diena menerangkan dari ketiga hal tersebut, apapun yang dipilih oleh korban bully, adalah pilihan yang konyol. Bahkan seorang objek bully dapat melakukan hal nekat. "Sangat mungkin mereka berpikir aku nggak mau digituin, aku ingin orang lain merasakan ini," imbuhnya.
Lebih jauh Diena menjelaskan bahwa pelaku bully bisa jadi juga korban bully di tempat lain. Bisa jadi seorang pelajar yang suka mem-bully di sekolah kerap menjadi objek bully di rumah.
"Pelaku adalah korban juga, bisa jadi kalau dia di rumah dibentakin. Kenapa dia ngebully anak di sekolah, mungkin itu dampak dari rumah, dia fight, tapi di sekolah," pungkasnya.
(trq/nvt)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini