"Cukup tinggi tahun 2011 ada 139 kasus bullying di lingkungan sekolah," ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, saat dihubungi detikcom, Minggu (29/7/2012).
Sedangkan untuk tahun 2012, Arist baru menemukan 36 kasus. "Tahun 2012 agak turun ada 36 kasus yang sebelumnya ada 139 kasus," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus bullying terdiri dari 2 kelompok, yaitu kelompok sekolah dan kelompok kampung," ungkapnya.
Arist menuturkan banyaknya kasus bullying di sekolah karena adanya pengajakan yang dilakukan oleh senior terhadap junior agar tunduk terhadap perintah.
"Maksud bullying karena di dalamnya terjadi pengajakan, artinya digunakan kekuasaan mayoritas terhadap minoritas. Di sekolah ujung tombak berada di kelas satu dan istilah di antara mereka ada yang disebut kelas dewa (di atas kelas satu-red)," tuturnya.
Mediasi Polisi
Arist juga berpandangan, kasus bullying bisa diselesaikan lewat perdamaian. Namun bila sulit dicapai, maka polisi perlu dilibatkan.
"Lapor polisi kalau dianggap sulit didamaikan tetapi polisi punya hak diskresi. Diskresi dilakukan (dengan penyelesaian) di luar pegadilan dengan polisi bisa jadi mediator," ujarnya.
Arist menuturkan pihak kepolisian punya hak untuk mendamaikan mereka sebelum dibawa ke jalur pengadilan. Kalaupun pihak kepolisian tidak mampu bisa mempergunakan tokoh masyarakat sebagai mediatornya.
"Dia bisa memanggil tokoh masyarakat sebagai mediator tetapi pemanggilan dilakukan oleh polisi. kecuali kedua belah pihak tidak ada kata sepakat maka bisa ditempuh ke jalur pengadilan," katanya.
Arist menambahkan pihak sekolah harus menghapus budaya kekerasan yang kerap terjadi pada masa orientasi siswa, termasuk yang diduga terjadi di SMA Don Bosco.
"SMA Don Bosco harus menghapus budaya kekerasan dan menghabisi senioritas berdasarkan UU Perlindungan Anak," dorongnya.
(nrl/nrl)