Komnas PA: Tahun 2011 Bullying di Sekolah 139 Kasus, Tahun Ini 36 Kasus

Komnas PA: Tahun 2011 Bullying di Sekolah 139 Kasus, Tahun Ini 36 Kasus

- detikNews
Minggu, 29 Jul 2012 14:16 WIB
Jakarta - Kasus dugaan bullying di SMA Don Bosco, Pondok Indah, Jakarta Selatan, sedang ditangani polisi. Kasus ini menambah panjang daftar bullying di sekolah seluruh Indonesia. Komnas Perlindungan Anak (PA) setiap tahun mendata kasus bullying, saat ini rekor masih dipegang tahun 2011.

"Cukup tinggi tahun 2011 ada 139 kasus bullying di lingkungan sekolah," ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, saat dihubungi detikcom, Minggu (29/7/2012).

Sedangkan untuk tahun 2012, Arist baru menemukan 36 kasus. "Tahun 2012 agak turun ada 36 kasus yang sebelumnya ada 139 kasus," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arist mengatakan kasus bullying melibatkan kelompok anak yang memiliki power terhadap anak lainnya yang lebih powerless. Tak cuma di sekolah, bullying juga terjadi di tempat pergaulan lainnya, yang disebut Arist sebagai 'kelompok kampung'.

"Kasus bullying terdiri dari 2 kelompok, yaitu kelompok sekolah dan kelompok kampung," ungkapnya.

Arist menuturkan banyaknya kasus bullying di sekolah karena adanya pengajakan yang dilakukan oleh senior terhadap junior agar tunduk terhadap perintah.

"Maksud bullying karena di dalamnya terjadi pengajakan, artinya digunakan kekuasaan mayoritas terhadap minoritas. Di sekolah ujung tombak berada di kelas satu dan istilah di antara mereka ada yang disebut kelas dewa (di atas kelas satu-red)," tuturnya.

Mediasi Polisi

Arist juga berpandangan, kasus bullying bisa diselesaikan lewat perdamaian. Namun bila sulit dicapai, maka polisi perlu dilibatkan.

"Lapor polisi kalau dianggap sulit didamaikan tetapi polisi punya hak diskresi. Diskresi dilakukan (dengan penyelesaian) di luar pegadilan dengan polisi bisa jadi mediator," ujarnya.

Arist menuturkan pihak kepolisian punya hak untuk mendamaikan mereka sebelum dibawa ke jalur pengadilan. Kalaupun pihak kepolisian tidak mampu bisa mempergunakan tokoh masyarakat sebagai mediatornya.

"Dia bisa memanggil tokoh masyarakat sebagai mediator tetapi pemanggilan dilakukan oleh polisi. kecuali kedua belah pihak tidak ada kata sepakat maka bisa ditempuh ke jalur pengadilan," katanya.

Arist menambahkan pihak sekolah harus menghapus budaya kekerasan yang kerap terjadi pada masa orientasi siswa, termasuk yang diduga terjadi di SMA Don Bosco.

"SMA Don Bosco harus menghapus budaya kekerasan dan menghabisi senioritas berdasarkan UU Perlindungan Anak," dorongnya.

(nrl/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads