"Apa artinya 5 persen ini? Ini tidak ada artinya. Kami dipersulit didiskriminasi habis. Kami merasa didiskriminasikan," kata Faisal dalam diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/7/2012).
Menurut Faisal UU Pilkada sebenarnya bisa di Judicial Review ke MK. Dia meyakini kemungkinan menang sangat besar. Terutama mengenai persyaratan yang dipersulit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gubernur Ditagih Bandar
Faisal Basri juga menjelaskan perihal niatnya maju guna melawan hegemoni parpol. Selama ini, Pilkada rawan akan money politics.
"Menjadi gubernur bukan aji mumpung. Yang memang ingin kita lakukan adalah menegur parpol. Kita tahu fakta politik itu diperjualbelikan sehingga uang masuk parpol sangat mahal. Uang akan diberikan bandar dan bandar akan menagih saat terpilih jadi bupati atau gubernur," ungkapnya.
Menurut Faisal, ini sudah menjadi potret buram demokrasi Indonesia. Kepala daerah punya beban mengembalikan uang ke pengusaha atau pemodalnya.
"Korupsi luar biasa itu menimbulkan kerusakan luar biasa. Yang bisa dijual luar biasa, di Jakarta misalnya konsesi tambang. Anda bayangkan kavling-kavling yang diberikan bupati dan gubernur itu untuk membayar ongkos yang diberikan dalam Pilkada. Mereka itu tidak menyadari bahwa mereka sudah ketahuan korupsi," paparnya.
Padahal menurutnya KPK sudah sangat ketat mengecek kekayaan calon. Dia yakin kepala daerah yang korup bisa terjerat KPK.
"Ditanya daftar pendapatan, ditanya daftar kekayaan. Nah koruptor itu pandai berbohong tapi tidak cerdik berbohong. Kalau dia menutupi hartanya harusnya dia menutupi sebagian kekayaannya. Yang menarik untuk kasus saya ternyata ada uang saya di beberapa rekening yang tercecer saya baru tahu. Kenapa korupsi masih ada? Karena hukumannya masih terlalu rendah. Lah ini harus dibuat efek jeranya," pungkasnya.
(van/ndr)











































