Oleh karena itu Pemerintah Indonesia diharapkan mampu memberikan tekanan kepada pemerintah PNG agar memberikan Djoko Tjandra, sebagai alat barter bagi pemerintah Indonesia.
"Kalau sudah seperti ini, melihat pengalaman negara-negara lain adalah dengan cara melakukan tekanan terhadap negara yang dihadapi, dalam hal ini Indoneisa harus menekan pemerintah PNG. Kita cari titik lemah dimana PNG itu mempunyai ketergantungan yang sangat besar terhadap Indonesia," ujar Guru Besar Hukum Internasional FHUI Hikmahanto Juwana, kepada detikcom, Selasa (17/7/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kembali lagi kita lihat bagaimana pemerintah PNG menilai keberadaaan Djoko Tjandra. Kalau pemerintah PNG ingin menjadikan negaranya seperti Singapura dulu tentu mereka tidak akan dengan gampang membirkan Djoko Tjandra kembali ke Indonesia," tandasnya.
Sebelumnya, Kejagung memastikan buron dalam kasus cessie (hak tagih) Bank Bali, Djoko Tjandra, ternyata telah resmi berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Papua New Guinea (PNG). Djoko Tjandra diperkirakan sudah berpindah kewarganegaraan sejak Juni 2012 lalu.
Darmono menegaskan meskipun Djoko Tjandra sudah berpindah kewarganegaraan, itu tidak akan menjadi halangan bagi pemerintah Indonesia untuk memulangkannya. Ini disebabkan karena ada beberapa keanehan dengan perpindahan kewarganegaraan tersebut.
Djoko Tjandra merupakan buron dalam kasus (hak tagih) cessie Bank Bali. Kasus ini bermula pada 11 Januari 1999 ketika disusun sebuah perjanjian pengalihan tagihaan piutang antara Bank Bali yang diwakili oleh Rudy Ramli dan Rusli Suryadi dengan Djoko Tjandra selaku Direktur Utama PT Persada Harum Lestari, mengenai tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara sebesar Rp38 miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 11 Juni 1999.
Selain soal tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara, disusun pula perjanjian pengalihan tagihan utang antara Bank Bali dengan Djoko Tjandra mengenai tagihan piutang Bank Bali terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN) sebesar lebih dari Rp 798 miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan setelah perjanjian itu dibuat. Untuk perjanjian tagihan utang yang kedua ini, Joko Tjandra berperan selaku Direktur PT Era Giat Prima.
Djoko diduga meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusumah di Jakarta ke Port Moresby pada 10 Juni 2009, hanya satu hari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya. MA menyatakan Djoko Tjandra bersalah dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 54 miliar dirampas untuk negara.
(riz/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini