"Seharusnya tidak boleh terjadi," ujar Wamendikbud, Musliar Kasim, di Kantor Kemendikbud, Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, jumat (13/7/2012).
Menurut Musliar, seharusnya tiap sekolah mempunyai sebuah catatan mengenai peserta didiknya masing-masing. Sehingga apabila terjadi sesuatu yang menyebabkan hilangnya rapor dapat dilakukan pendataan kembali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, seorang siswa SD di kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, terpaksa mengulang dari kelas 1, hanya karena rapornya hilang. Meski malu, ia terpaksa melakoni semuanya.
Muhammad Reynaldi Rasyid (12 tahun) harusnya duduk di kelas 1 SMP. Namun karena rapornya hilang saat naik ke kelas 5 pada tahun 2010 lalu, di SD KIP Bara-Barayya, ia terpaksa mengulang dari kelas 1 di SD Taeng-Taeng, Kel. Tamarunang, Kec. Somba Opu, Kab. Gowa. Putra pasangan Rasyid dan Ani ini pun kini sudah duduk di kelas 3 di sekolah barunya.
Akibat "penzaliman" yang dilakukan pihak sekolah SD KIP Bara-Baraya, akhirnya orangtua Reynaldi memindahkannya di SD Negeri Taeng-Taeng, di Kab. Gowa. Karena tidak berkas data yang diberikan oleh SD KIP Bara-Barayya, Reynaldi pun terpaksa mengulang dari kelas 1. Kini, Reynaldi sudah 2 tahun menjalani pendidikan di sekolah barunya.
Reynaldi pun tidak menampik, dirinya merasa malu harus mengulang dari kelas 1 dan bergaul dengan siswa lainnya, yang harusnya menjadi adik kelasnya. Demi meraih cita-cita, ia tetap semangat melanjutkan pendidikannya.
Pihak SD KIP Bara-Barayya sendiri, memilih menutup diri dan menolak memberi keterangan terkait kasus ini.
(riz/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini