Seperti dilansir oleh AFP, Kamis (21/6/2012), otoritas setempat menyebutkan, sekitar 71 orang tewas dalam kekerasan sektarian yang terjadi lebih dari seminggu ini. Jumlah tersebut ditambah dengan 10 warga muslim yang tewas dibunuh oleh gerombolan warga penganut Buddha pada 3 Juni lalu.
Insiden 3 Juni itu disebut-sebut sebagai aksi balas dendam atas pemerkosaan dan pembunuhan seorang wanita Buddha setempat. Parahnya, insiden 3 Juni itu juga telah memicu kekerasan sektarian di Myanmar kembali terjadi hingga saat ini. Kedua belah pihak sama-sama menuding bahwa kekerasan yang terjadi dimulai oleh kelompok yang berlawanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi kerusuhan hingga pembakaran mengguncang Rakhine sejak beberapa minggu terakhir. Warga Rakhine yang mayoritas penganut Buddha, menyebut warga muslim Rohingya sebagai imigran gelap dari Bangladesh dan seringkali menjuluki mereka dengan 'Bengalis'.
Dalam kekerasan terbaru di wilayah tersebut, polisi menemukan 8 jasad warga penganut Buddha di desa Yathedaung, sekitar 65 km dari Sittwe, ibukota Rakhine. "Orang-orang ini tewas dalam bentrokan dengan Bengalis," terang seorang pejabat setempat kepada AFP.
Sementara itu, pemimpin muslim Rohingya menuturkan, korban tewas dari pihak mereka lebih banyak dari angka yang disebutkan oleh otoritas setempat.
Hingga Rabu malam, otoritas setempat menyatakan bahwa situasi di sejumlah wilayah Rakhine telah bisa dikendalikan. Namun, seorang warga setempat mengungkapkan hal yang sebaliknya. Menurut warga tersebut, suasana di Sittwe sangat tegang dan mencekam, serta diwarnai oleh aksi pembakaran sebuah rumah warga di malam hari.
"Kami membutuhkan keamanan. Warga tidak bisa tidur di malam hari karena mereka ketakutan. Warga telah meminta pemerintah untuk menerjunkan sejumlah petugas keamanan di wilayah mereka saat malam hari, namun belum ada respons dari pemerintah setempat," tutur warga tersebut melalui telepon kepada AFP.
(nvc/ita)











































