Karena tindak kejahatan tersebut dilakukan oleh oknum TNI, tak ayal proses hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai dengan persidangan dilakukan sesuai tata cara militer. Bahkan, penuntut umum dan majelis hakim pun harus dari lingkungan militer. Hal itu dilandasi oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).
Namun, acap kali proses penegakan hukum ini mengundang tanda tanya karena dianggap tidak terbuka dan transparan. Yang menjadi pertanyaan, apakah memungkinkan menyeret oknum TNI ke peradilan umum untuk lebih terbuka dalam proses persidangan dan vonis yang setimpal dengan aksi kejahatan anggota tersebut?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Interpretasi atau pemahaman yang dimaksudkan Andi adalah, bila oknum tersebut melakukan tindak kejahatan umum di luar atau tidak berhubungan dengan kedinasannya maka POM berhak untuk mengajukan oknum ke peradilan umum.
"POM yang lebih dulu menginterpretasikan ini apakah ada hubungan dinas atau tidak. Kalau tidak ada hubungan dinas maka bisa dilepaskan ke pidana umum, tidak lagi pidana militer," terangnya.
Penerapan KUHPM berlaku apabila oknum tentara saat melakukan tindak kriminal memiliki hubungan kedinasan, tempat kejadian di lingkungan militer, atau tengah menggunakan fasilitas yang dimiliki militer, entah itu kendaraan atau senjata.
Lalu, mengapa militer memilih anggotanya diproses hukum di peradilan militer ketimbang peradilan umum, padahal yang bersangkutan melanggar pidana umum saat tidak memilii hubungan kedinasan?
"Militer beranggapan kitab undang-undang pidana umum tidak selengkap pidana militer," jawab Andi.
Kelengkapan dalam pidana militer yang dimaksudkan adalah, bila pidana umum memiliki sanksi badan (kurungan) dan mati, namun di pidana militer terdapat sanksi tambahan, yaitu mulai dari administrasi sampai dengan pemecatan tidak hormat dari kesatuannya.
"Ada gengsi tertentu dari pihak militer untuk bisa memproses hukum dengan pidana militer daripada pidana umum," jelas Andi.
4 Anggota Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) VI Tanjung Priok ditangkap karena diduga terkait dengan pengeroyokan geng motor pada 13 April 2012, menyusul tewasnya Arifin Siri, anggota TNI Angkatan Laut, yang tewas dikeroyok sejumlah lelaki yang diduga geng motor pada 31 Maret di Pademangan.
Peristiwa ini diduga menjadi pemicu serangan yang dilakukan sekelompok pria bersepeda motor pada 7,8, 13 April 2012 yang menggunakan tanda pita kuning dalam aksi brutalnya.
Kasus lain yang melibatkan anggota TNI baru-baru penangkapan Serma A yang bertugas di Primer Koperasi Kalta milik Bais TNI. Modusnya adalah dengan memalsukan dokumen paket ekstasi yang berasal dari China.
Di Padang, 11 anggota Marinir melakukan penganiayaan terhadap sejumlah wartawan yang tengah melakukan tugas peliputan. Tidak hanya itu, mereka juga merampas dan merusak kamera wartawan yang merekam tindak kekerasan oknum tersebut terhadap warga sipil. Seluruh kasus tersebut hingga saat ini ditangani oleh POM satuan TNI.
(ahy/mok)