Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia mulai diselenggarakan oleh WHO pada tahun 1987 dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat terhadap resiko kesehatan yang terkait dengan penggunaan tembakau dan juga melakukan advokasi untuk mengurangi konsumsi tembakau. Berdasarkan data dari website resmi WHO, saat ini penggunaan tembakau merupakan penyebab kedua kematian global (setelah hipertensi), di mana 1 dari 10 orang dewasa di seluruh dunia meninggal karena penggunaan tembakau.
Demikian siaran pers Wakil Ketua Komisi IX DPR, Nova Rianti Yusuf, Kamis (31/5/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini draft RPP Pengendalian Tembakau tersebut telah selesai proses pembahasannya dan akan segera diserahkan ke Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) untuk kemudian diserahkan kepada Presiden untuk dibahas sekali lagi dalam Rapat Terbatas Kabinet. Kita semua berharap agar RPP tersebut dapat segera disahkan.
Indonesia, sebagai negara pengguna tembakau terbesar ketiga di dunia, juga berperan aktif dalam penyusunan Framework Convention on Tobacco Control atau Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau yang disahkan di Jenewa pada tahun 2004. Konvensi tersebut sudah ditandai dan diratifikasi tidak kurang oleh 174 negara, menjadi ironis bahwa Indonesia sebagai negara penyusun aktif Konvensi tersebut belum juga menandatangani dan meratifikasi.
Beberapa poin dari FCTC yang harus dipenuhi adalah:
1. Pengurangan iklan rokok,
2. Menaikkan cukai terhadap produk rokok,
3. Memberikan peringatan bergambar tentang bahaya rokok pada produk rokok
4. Membuat area khusus untuk merokok.
5. Pembatasan akses anak terhadap rokok.
6. Penjualan rokok secara tertutup.
Sesungguhnya Indonesia telah menjalankan beberapa poin dari FTC tersebut seperti upaya untuk pengurangan dan pembatasan iklan rokok dan membuat area khusus untuk merokok. Di masa mendatang diharapkan Indonesia juga menjalankan poin-poin lain dari FCTC dan segera menandatangani dan merevisi tersebut.
Ratifikasi FCTC hanya mengendalikan penggunaan produk tembakau, bukan untuk melarang produksi dan penjualan dari produk tersebut. Klaim bahwa Indonesia sebagai negara produsen tembakau akan merugi apabila mengesahkan ratifikasi FCTC perlu dipikirkan kembali, karena pada kenyataan saat ini Indonesia hanya berada di peringkat 8 negara produsen tembakau dunia. Sedangkan 3 negara terbesar penghasil tembakau, yaitu China, India, dan Brazil justru telah menandatangani dan meratifikasi Konvensi tersebut.
(van/mok)