"Kalau saya dengan si A dan si B investasi, tentu ada perjanjian, itu ranah perdata. Tidak tiba-tiba saya dikatakan korupsi, karena ada perjanjian investasi. Menurut saya, hanya bisa dimintai pertanggungjawaban secara perdata kalau ada kemacetan, bukan pidana," terang ahli hukum pidana dari Unpar Bandung, Djisman Samosir.
Djisman mengatakan itu saat menjadi saksi ahli di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Selasa (29/5/2012). Ia menjadi ahli dalam sidang untuk terdakwa Direktur Keuangan dan Teknologi Informasi PT Askrindo, Rene Setiawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi hanya persoalan administrasi yang dilanggar, bukan pidana. Kalau mau diambil tindakan silakan, tapi hanya administratif," lanjutnya.
Rene Setiawan didakwa memperkaya orang lain oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Surat dakwaan dibacakan tim penuntut umum Kejati DKI Jakarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (27/2) lalu.
Jaksa menguraikan, sewaktu Rene Setiawan menjabat sebagai Direktur Keuangan Askrindo, sekitar 2004, perusahaan asuransi pelat merah itu menjadi penjamin L/C yang diterbitkan PT Bank Mandiri Tbk pada empat perusahaan yaitu PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Multimegah. Seperti diketahui, Askrindo adalah perusahaan asuransi kerugian yang dibentuk berdasarkan PP No 1 Tahun 1971.
Ketika memasuki jatuh tempo, empat nasabah tersebut tak mampu membayar L/C pada Bank Mandiri. Sehingga Askrindo harus membayar jaminan L/C pada Bank Mandiri.
Kemudian Rene dan Zulfan selaku Kadiv Investasi, berupaya agar jaminan yang dibayarkan pada Bank Mandiri kembali ke kantong Askrindo. Pilihannya adalah menerbitkan Promissory Notes (PN) dan Medium Term Notes (MTN) atas empat nasabah itu.
Tapi, lagi-lagi empat nasabah itu tak mampu membayar PN dan MTN yang diterbitkan Askrindo. "Oleh keduanya bersama pejabat Askrindo lain, disepakati Askrindo memberikan investasi pada empat nasabah," tukas jaksa Esther.
Tujuannya agar jaminan yang dibayarkan Askrindo pada Bank Mandiri atas empat nasabah, kembali ke kas Askrindo. Namun karena ada peraturan bahwa Askrindo dilarang memberikan investasi langsung pada korporasi lain, apalagi nasabah, maka diputuskan upaya itu dilakukan melalui jasa Manajer Investasi.
Menurut penuntut umum, dana investasi tersebut yang seharusnya dikembalikan pada Askrindo hanya Rp 5 miliar dalam bentuk KPD. Ditambah, Rp 4 miliar hasil penerbitan obligasi.
(mok/lh)