"Karena masih banyak penyalahgunaan pemegang wewenang atau kekuasaan negara untuk memperkaya diri dan segelintir kelompok modal ekonominya. Atau kekuatan rakyat tak diterjemahkan sebagai basis pengabdian berkuasa, jauh dari pengabdian dan pengorbanan untuk mensejahterakan kehidupan bangsa," jelas aktivis HAM, Usman Hamid, saat berbincang, Senin (21/5/2012).
Nah, saat ini, mahasiswa seperti halnya di era 1998 menjadi tulang punggung, untuk terus mendorong dan mengawal perubahan. Tidak perlu dengan pengerahan ribuan massa turun ke jalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan kata lain, lanjut Usman, mahasiswa dan masyarakat yang sadar dan ingin perubahan menuju Indonesia yang bersih, perlu mendorong suatu kewargaan digital (digital citizenship).
"Lewat pengorganisasian yang efektif para pengguna jejaring sosial dan mengkombinasikannya dengan kelompok demokrasi popular seperti serikat-serikat buruh di kota, atau petani di pedesaan. Ini bisa dikembangkan dari melihat kasus-kasus belakangan seperti sejuta facebooker dukung KPK, koin Prita, sampai pemasangan gambar menteri yang melanggar jalur bus atau koboi Palmerah," tuturnya.
Tantangan untuk berinovasi, ini semakin mendesak. Apalagi karena sekarang ini peran gerakan mahasiswa bisa diperankan oleh tiap perorangan. Inovasi ini bisa terus mengawal masa-masa sesudah 14 tahun reformasi.
"Agar Indonesia lepas dari korupsi, penegakan hukum netral dari pengaruh kekuatan intervensi kelompok massa, sumber daya alam tidak dikuasai segelintir pemodal besar sehingga bisa menyumbang pada kesejahteraan rakyat kecil, dan kebhinnekaan terjaga," ungkapnya.
(ndr/vit)