Pada Sabtu (12/05) kemarin, ribuan mahasiswa Trisakti berdemo untuk memperingati Tragedi Trisakti 12 Mei. Mereka melakukan orasi tentang tragedi yang menewaskan 4 mahasiswa Trisakti tersebut. Para mahasiswa itu berharap supaya kasus Tragedi bisa diusut secara tuntas. (detik.com, 12/05/12).
Menurut laman Wikipedia, Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan pada 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta, serta puluhan lainnya luka-luka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konon negara ini adalah negara hukum, sebuah idiom yang layak dipertanyakan. Kemana larinya penyelesaian kasus Tragedi Trisakti 12 Mei yang merupakan tonggak sejarah perubahan bangsa Indonesia ini. Secuil kasus dari sekian banyak kasus ketika keadilan sudah seperti barang mainan.
Etikad baik dari pemerintah sempat tersirat ketika presiden pernah berjanji untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat ini. Namun janji tinggal janji, hingga saat ini ternyata janji itu belum terpenuhi.
Tersirat ada tembok penghalang dalam penyelesaian kasus ini. Yakni pertama: Kepentingan elit politik. Kemandegan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat ini disinyalir oleh sebagian pihak adalah sebagai permainan politik.
Janji-janji pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut dinilai hanya untuk meningkatkan posisi tawar, pemerintah tidak mau posisinya terjepit.
Kedua, kurangnya keseriusan pemerintah. Sebagai contoh ketika DPR pada tahun 2009 merekomendasikan pada pemerintah untuk membentuk pengadilan HAM ad doc ternyata diabaikan.
Penyelesaiannya kasus seperti ini juga selalu terhenti di kejaksaan agung yang notabene merupakan bawahan presiden. Institusi ini dituding lamban dan tidak segera menindak lanjuti laporan penyidikan oleh Komnasham.
Menurut Domu, P Sihite, Direktur Penanganan Pelanggaran HAM berat di Kejaksaan Agung, membenarkan bahwa saat ini setidaknya ada 4 berkas kasus pelanggaran HAM berat yang diterima Kejaggung, yakni: 1. Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, 2. Kerusuhan Mei 1998, 3. Penghilangan orang secara paksa, 3. Talangsari, Lampung.
Ketiga, tersibukkan isu lain dan termakan waktu. Berbagai kasus yang menimpa negri ini memaksa para pihak yang berkepentingan tersibukkan dengan kasus tersebut, sehingga kasus seperti tragedi Trisakti inipun semakin tertutupi.
Seperti halnya kasus korupsi yang memang begitu merepotkan. Tuntutan penyelesaian dari berbagai pihak termasuk dari keluarga korban pun kurang mendapat perhatian dari pemerintah.
Usman Hamid, Koordinator Kontras sebagaimana dalam wawancaranya dengan pedomannews.com, mengatakan bahwa sekarang ini kondisi politik tidak kondusif untuk membicarakan kasus-kasus penembakan mahasiswa Trisakti, tidak seperti masih hangat-hangatnya semasa reformasi. Saat ini isunya sudah jauh berubah.
Harus dituntaskan
Sejatinya penyelesaian kasus seperti ini amatlah penting dan krusial, supaya di lain waktu kejadian serupa, seperti halnya penghilangan nyawa sembarangan, penculikkan paksa, dan tindakan kriminal politis lainnya dapat dicegah. Oleh karena itu berbagai pihak harus mendesak supaya pemerintah segera menuntaskan kasus ini.
Kasus ini juga menunjukkan kepada kita bahwa dalam sistem sekulerisme, ketika sebuah pemerintahan tidak menggunakan bimbimgan Wahyu sebagai aturannya, maka faktor kepentingan yang menjadi panglima, keadilan pun akhirnya menjadi barang langka.
"Reformasi pada tahun ke-14 ini gagal memberikan keadilan karena kekuasaan hanya berkiblat pada kepentingan politik," kata Yati Andriyani, Kepala Divisi Pemantauan Impunita Kontras dalam konferensi pers di Jakarta. (beritasatu.com, 12/05/12)
Kalimat diatas benar adanya, ternyata reformasi di negri ini tidak cukup untuk memberikan keadilan bagi masyarakat. Baik itu keadilan hukum, keadilan politik maupun keadilan ekonomi.
Maka sungguh, negri ini butuh perubahan yang tidak hanya setengah hati, melainkan perubahan secara totalitas. Itulah perubahan kearah sistem Islam melalui penerapan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah. Sistem yang jelas terbukti sangat menjunjung tinggi keadilan.
Dalam sistem Islam, source of legislation adalah hukum syara'. Semua aspek pengaturan masyarakat diatur oleh hukum yang jelas, yakni syariah Islam, termasuk untuk mengadili berbagai permasalahan di tengah masyarakat.
Hal ini menjadikan sistem hukum Islam mandiri dari intervensi kepentingan manusia, karena hukum datang dari Dzat yang maha pencipta dan pengatur. Tidak seperti dalam sistem sekulerisme, hukum dibuat oleh manusia sehingga sarat dengan kepentingan segelintir manusia pembuat hukum itu sendiri.
Secara aplikatif, penegakkan hukumnya pun sangat eleghan, karena didasari dengan spirit ruhiah yang begitu kental. Sejarah sudah membuktikan hal itu. Dan sejarah itu pasti terulang. Untuk Indonesia yang lebih adil. Wallahu aβlam.
*Penulis adalah Analis CIIA (The Community Of Ideological Islamic Analyst)
Ali Mustofa
Gang Nusa Indah, Ngruki, Cemani, Grogol, Sukoharjo
alie_jawi@yahoo.com
02717021603
(wwn/wwn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini