Hal ini disampaikan Roy Suryo yang dikenal sebagai pengamat telematika, Senin (14/5/2012). Roy Suryo ikut bersama Basarnas ke Posko Cipelang (Embrio), Cijeruk, Kabupaten Bogor untuk melihat peralatan komunikasi Sukhoi yang ditemukan Tim SAR dari dekat.
Menurut Roy, dulu ELT bernama ELBA (emergency located beacon aircraft). "Ini sudah merupakan standar penerbangan sipil. Kalau ada pesawat jatuh dengan tekanan atau tinggi di atas lima, dia otomatis akan memancarkan frekuensi sehingga ketika dia jatuh, bisa dicari," kata Roy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang kita jadikan panduan adalah monitor satelit yang kerja sama Basarnas, yang memonitor di frekuensi 406 MHz. Ternyata ELT yang digunakan pesawat Sukhoi ini masih menggunakan ELT frekuensi lama di 121.5 MHz (sebelumnya tertulis 105 Mhz-Red). Akibatnya, tidak lagi termonitor, karena 12.5 VHF itu jenis pancarannya line off sight, lurus. Anggap radio FM terhalang gunung, tidak bisa mancar. Kemarin andaikan sempat on, ELT tidak terdengar karena terhalang gunung," imbuh Roy yang juga anggota Komisi I DPR ini.
Dengan adanya bukti ELT di Sukhoi ini, kata Roy, setidaknya satu misteri sudah terbuka. "Indonesia rata-rata pakai frekuensi 406 MHz. Ini akan menjadi koreksi kalau pesawat ini masih dipasarkan," ujar dia.
(asy/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini