"Yang ingin saya sampaikan tentu terkait masalah perundang-undangan di negara kita, jadi biar semua masyarakat mendapat penjelasan bahwa ada peraturan perundang-undangan terkait senjata api, apakah itu untuk TNI-Polri maupun warga sipil," jelas Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar.
Hal itu disampaikan Boy dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (8/5/2012). Berikut ini kronologinya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang pertama kita urut dari UU Senjata Api tahun 1936 tentang pemasukan, pengeluaran, penerusan, dan pembongkaran," jelas Boy.
1939
UU Senjata Api tahun 1936 diubah dan ditambah dengan organisasi pada 30 Mei tahun 1939.
1948
UU Nomor 8 tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api.
1951
UU Darurat Nomor 12 tahun 1951. "Yaitu tentang mengubah peraturan hukum sementara. Di sana ada sanksi-sanksi terkait pidana juga kan," papar Boy.
1960
Perppu Nomor 20 tahun 1960 tentang Kewenangan Perizinan yang Diberikan Menurut Perundang-undangan mengenai senpi.
2002
UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri.
"Jadi di dalam UU yang saya sampaikan tadi, itulah daftar daripada penggunaan senjata api yang diperuntukkan untuk TNI-Polri maupun sipil," jelas Boy.
Boy kemudian menyampaikan beberapa hal tentang UU nomor 8 tahun 1948 tentang pendaftaran dan izin senpi dalam pasal 5 disebutkan:
A. Senjata api yang di tangan orang bukan anggota tentara atau polisi, harus didaftarkan oleh kepala kepolisian, kepresidenan pada waktu itu. Atau kepala kepolisian daerah atau orang yang ditunjuk atau dipercayakan.
B. Senjata api yang ada di tangan anggota angkatan perang didapatkan menurut instruksi menteri pertahanan yang berada di tangan polisi, menurut instruksi kepala kepolisian negara.
"Artinya kalau TNI diurus oleh TNI, kalau kepolisian oleh intitusi kepolisian," jelas Boy.
(nwk/nvt)