Sekolah Berpengantar Bahasa Indonesia Tak Bisa Berkualitas Internasional?

Sekolah Berpengantar Bahasa Indonesia Tak Bisa Berkualitas Internasional?

- detikNews
Rabu, 02 Mei 2012 19:00 WIB
Jakarta - Β 
Anggota Komisi X DPR dari ;Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Rohmani menilai, Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang dikembangkan pemerintah berjalan secara salah kaprah. Muncul anggapan di masyarakat, karena pengantarnya bahasa Inggris lalu dianggap menjadi sekolah bertaraf internasional. Banyak kasus RSBI malah diisi anak-anak pejabat bukan anak-anak berprestasi.

"Apakah sekolah dengan pengantar bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah tidak bisa berkualitas internasional? Ini sudah salah kaprah," kata Rohmani kepada Jurnalparlemen.com, Rabu (2/5).

Rohmani membenarkan ada dugaan berbagai praktik penyimpangan dalam pelaksanaan RSBI. Banyak kasus, sekolah menjual kursi untuk diisi oleh-anak-anak yang sebenarnya tidak lolos atau tidak layak di sekolah bertaraf kualitas internasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Walaupun saya tidak punya data, banyak kasus RSBI malah diisi anak-anak pejabat," kata anggota DPR dari Dapil Jawa Tengah IX yang meliputi Brebes, Tegal dan Kota Tegal.

Koalisi Antikomersialisasi Pendidikan juga menilai RSBI sebagai program pemerintah yang a historis. Keberadaan RSBI yang merupakan mandat Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas justru diarahkan untuk mengadopsi nilai dan proses pembelajaran di negara anggota OECD atau negara maju. Mereka ini menggunakan dasar dan falsafah individualistis dan kapitalistis. Ini berbeda dengan dasar dan falsafah bangsa Indonesia. ;

"Penggunaan Bahasa Inggris sebagai pengantar mata pelajaran di RSBI, kecuali pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal juga adalah suatu masalah," kata Andi Muttaqien dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), salah satu anggota Koalisi Antikomersialiasi Pendidikan.

"Kebijakan itu bertentangan dengan semangat Sumpah Pemuda 1928 yang berikrar bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia. Padahal kemampuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa modern telah diakui UNESCO, sebagai bahasa yang dapat digunakan untuk membahas hal-hal yang abstrak," tambahnya.

Koalisi tengah mengajukan uji materi atas Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas. Mereka menilai Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas bertujuan meliberalisasi pendidikan Indonesia. "Tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan Indonesia terutama pembiayaan pendidikan secara perlahan namun pasti digeser dari negara pada individu. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya," ujar Andi.

Menurut Andi, Indonesia merupakan negara kesejahteraan (welfare state) karena itu pendidikan merupakan barang publik (public goods) dan bukan barang pribadi (private goods). ;

"Karena itu kami berharap Majelis Hakim MK membatalkan Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas sehingga dasar, falsafah dan tujuan pendidikan nasional dapat dikembalikan kepada tujuan awalnya, yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga, kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia dapat dicapai dan dinikmati seluruh rakyat Indonesia," harapnya.

Rohmani mendukung Koalisi Antikomersialisasi Pendidikan melakukan uji materi atas Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas. Kendati uji materi tersebut tidak serta merta dapat memperbaiki seluruh sistem pendidikan di Indonesia yang karut-marut. "Saya menunggu putusan MK seperti apa nantinya," ujarnya.
(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads