Hal itu disampaikan Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA kepada detikcom di Den Haag, Rabu (14/3/2012) menanggapi simpang-siur seputar dugaan peran Anas Urbaningrum dalam perkara korupsi dan pernyataannya siap digantung di Monas.
"Pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang siap digantung, jika terbukti korupsi, harus direspon dan ditindaklanjuti oleh KPK. Segera tangkap dan periksa Anas sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku," ujar Prof. Sofjan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena hukum gantung tidak diatur dalam KUHP, maka sebaiknya KUHP harus segera diamandemen untuk realisasi penggantungan para bandit dan koruptor parasit di republik ini. Anas, jika terbukti, bisa menjadi contoh pertama sesuai kaulnya," tegas Sofjan.
Lanjut Sofjan, logika hukum sangat tidak setuju dan mustahil jika Nazaruddin sebagai bendahara partai bisa meraup milliaran rupiah tanpa kerjasama atau paling tidak sepengetahuan Ketua Umum PD.
"Perusahaan tidak akan percaya dan tidak akan memberikan sepeser pun kepada Nazaruddin, jika dia tampil memalak orang secara pirbadi," tandas Sofjan.
Jka Nazaruddin, imbuh Sofjan, ditangkap hanya karena kesaksian orang dari luar pengadilan, mengapa Anas tidak ditangkap oleh KPK padahal banyak kesaksian di pengadilan dengan sumpah menyatakan keterlibatan Anas?
"Bahkan Sekjen PD pun sebenarnya harus diperiksa, karena mustahil Bendahara dan Ketua Umum saja yang memalak, tanpa sepengetahuan Sekjennya," cetus Sofjan.
Sofjan mengingatkan, jika NKRI masih berpretensi sebagai negara hukum, maka KPK tidak bisa tidak kecuali harus segera melakukan aksi terobosan dan DPR harus progresif melaksanakan aspirasi rakyat pembayar pajak yang sudah muak dengan kejahatan para koruptor.
"Jika DPR menolak amandemen KUHP supaya memberlakukan hukum gantung bagi para koruptor, maka ada instrumen demokrasi tertinggi, yakni referendum," pungkas Sofjan.
(es/es)