"Saya ini, setiap mata kuliah hukum adat, selalu masuk. Ujian saya juga ikut. Kok malah saya dibilang tidak mengerjakan tugas segala. Saya juga disebut dikasih tugas materi ilmu hukum adat, memberikan tugas hukum ekonomi. Ini mengada-ngada sekali. Saya memberikan makalah kepadanya ya tetap hukum adat," kata Jefri Noer dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (5/3/2012) di Pekanbaru.
Jefri menyebut, selaku mahasiswa calon sarjana hukum itu, dia selalu mematuhi aturan yang ada di kampus. Dia merasa tidak pernah memposisikan dirinya sebagai bupati Kampar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selaku mahasiswa, lanjut Jefri, segala tugas yang diberikan dosennya selalu dia kerjakan. Lagipula, dia bersama mahasiswa lainnya masuk kategori mahasiswa khusus. Artinya, mahasiswa yang statusnya sudah bekerja, bukan mahasiswa reguler yang baru tamat dari SLTA.
"Masalah saya ini sudah saya serahkan ke pihak kampus untuk menyelesaikannya. Saya sebenarnya ingin melaporkan juga dosen itu (Yusrizal) ke Polda Riau karena mencemarkan nama baik saya. Apa yang dia tudingkan semuanya bohong. Hanya saja pihak kampus menahan saya untuk mereka selesaikan secara kekeluargaan. Tapi kalau tidak selesai juga, ya saya akan laporkan balik," kata Jefri.
Soal ancaman membunuh, Jefri juga membantah keras. "Memang ketika terjadi perdebatan, dosen itu berjalan meninggalkan saya. Dan saya kejar, tapi saya tidak akan mengancam untuk membunuhnya. Banyak kok saksinya," kata Jefri.
Jefri dilaporkan ke polisi oleh dosennya, Yusrizal (55). Pucuk pimpinan Kabupaten Kampar itu disebut-sebut menganiaya dan mengancam membunuh hanya karena nilai mata kuliahnya tidak keluar dalam dua tahun terakhir.
(try/nrl)