Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 Diprediksi Tidak Alami Perubahan

Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 Diprediksi Tidak Alami Perubahan

- detikNews
Kamis, 19 Jan 2012 18:30 WIB
Yogyakarta - Tren pemberantasan korupsi di tahun 2012 diprediksi tidak bakal mengalami perubahan, bahkan cenderung melambat di semua tingkatan. Oleh karena itu strategi pemberantasan korupsi di tahun 2012 harus diubah.

Pemberantasan korupsi lebih baik difokuskan ke pembersihan penegak hukum yang telah terinfeksi korupsi. Sebab semua kasus korupsi bermuara pada pemeriksaan dan penghukumannya ada di penegak hukum.

"Harus diubah strateginya. Salah satunya buka kasus rekening mencurigakan milik perwira polisi," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Hifdzil Alim dalam diskusi "Prospek Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 di Bulaksumur Yogyakarta, Kamis (19/1/2012).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun kenyataannya kata dia, Kapolri tidak mau membuka pemilik rekening tersebut. Bila hal ini bisa dibuka, maka institusi penegak hukum lainnya juga akan bisa dibuka.

"Kenyataannya sampai sekarang belum. Ini akan jadi preseden buruk dan bisa mengindikasikan ada yang dikorup," kata dia.

Selain kasus rekening tersebut kata Hifdzil, kasus korupsi di daerah masih menduduki peringkat tertinggi dan masih terulang di tahun 2011. Kasus korupsi di daerah penanganannya juga masih rendah minimnya komitmen penegak hukum di daerah.

"Korupsi di daerah juga beragam mulai dari pemilihan kepala daerah, penyaluran dana bantuan sosial, pengadaan barang dan jasa dan lain-lain," katanya.

Menurut dia, PUKAT UGM sendiri mencatat sebanyak 838 orang yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi sepanjang tahun 2011. Dari jumlah tersebut, 471 di antaranya merupakan pejabat daerah, 217 DPRD, 94 PNS, dan sebagainya.

Sebanyak 570 sektor yang dikorupsi, 569 kali modus korupsi yang digunakan, 392 kasus yang diketahui merugikan negara. Selanjutnya sebanyak, 184 kasus yang belum diketahui jumlah kerugian negara. Ada sebanyak 573 kasus yang ditangani penegak hukum.

"Pejabat daerah masih menjadi aktor dominan pelaku korupsi karena adanya pemahaman yang salah pada konsep otonomi daerah," katanya.

Menurut dia hambatan yang dialami penegak hukum dalam kasus korupsi di daerah adalah sulitnya surat izin dari presiden. Akibat lambatnya persetujuan tertulis tersebut menunjukkan minimnya komitmen presiden untuk memberantas korupsi di daerah.

"Karena itu harus ada perubahan strategi pemberantasan korupsi di masa depan. Hal itu antara lain dilakukan dengan fokus pembersihan penegak hukum baik di daerah maupun pusat," katanya.

(bgs/anw)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads