Mengunjungi Museum PD II di Pulau Morotai

Mengunjungi Museum PD II di Pulau Morotai

- detikNews
Selasa, 23 Agu 2011 12:14 WIB
Morotai - "Di sini kita punya museum Perang Dunia II," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, Al Fatah Sibua.

Lantas, Al Fatah pun mengajak untuk menyambangi bangunan yang disebutnya sebagai musem itu. Setibanya di tujuan, kami para wartawan yang ke Morotai untuk mengikuti kunjungan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal bingung. Di mana gerangan museum itu?

Di atas tanah lapang yang gersang, berdiri bangunan kecil dari kayu dan bambu. Hampir mirip rumah kayu bahkan gubuk. Sangat memperihatinkan. Setengah percaya, kami melangkah masuk setelah dipersilakan oleh Al Fatah. "Ini dia museumnya," ujar Al Fatah, dua pekan lalu, itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelum melalui pintu kecil, sebuah ucapan selamat datang menyambut kami. "Welcome to Swadaya Museum-Pemerhati Perang Dunia Kedua (PD II)" bunyi kalimat itu. Sementara di samping kanan pintu terdapat gambar peralatan perang dengan tulisan "Penemuan-Peninggalan Perang Dunia ke-2" tampak melingkari.

Seorang laki-laki dengan badan agak kurus bangkit dari pojok ruangan. Berkaos dan bercelana warna biru, ia menyapa dengan ramah. Ia juga tampak senang mendapatkan kunjungan sore itu. Laki-laki yang bernama Muhlis Eso tersebut rupanya sang penjaga museum. Dia lah yang menunggui dan merawat benda-benda sisa PD II antara sekutu dan Jepang di Morotai.

"Ya, beginilah kondisinya," ucap Muhlis sambil tersenyum.

Lalu, dengan rinci, pria yang pekerjaan sehari-harinya keluar masuk hutan ini menjelaskan ratusan benda-benda PD II yang dikoleksi museum. Pertama, tangannya menunjuk pada sebuah etalase kaca bertingkat tiga. Di atas etalase itu, tergeletak sejumlah rantang makan tentara Amerika Serikat (AS) beserta botol-botol penyimpan minuman. Ada tulisan Albert. S/USA pada benda-benda tersebut.

Sedangkan di dalam lemari kaca itu tersimpan benda-benda bersejarah seperti uang dollar AS berbentuk koin, piring-piring, sendok, tanda pangkat militer, sarung tangan, obat nyamuk, dan ada pula parfum.

"Obat nyamuk ini masih ada isinya. Selain untuk mengusir nyamuk, ini juga digunakan untuk mengatasi gatal," terang Muhlis.

Muhlis lalu menatap ke dinding belakang di mana banyak terpajang bekas selongsong roket, peluru berbagai kaliber, dan helm tentara sekutu. Benda-benda tersebut tampak sudah berkarat. Sementara di lantai, terdapat aneka bedil peninggalan tentara sekutu dan Jepang. Ada pula granat dan bekas bom yang semuanya sudah dalam keadaan tidak aktif.

"Seluruh benda ini kami dapatkan di darat dan di hutan. Sedangkan yang di laut, kami belum pernah ambil. Banyak bangkai kapal perang di laut," cetusnya.

Muhlis mengatakan, museumnya memang masih sederhana. Tapi dengan membangun museum tersebut, ia ingin menunjukkan peperangan antara sekutu dan Jepang di Pulau Morotai pada saat PD II bukan lagi sekadar cerita dari mulut ke mulut.

"Saya ingin menunjukkan bukti-bukti peristiwa puluhan tahun silam itu," lanjut warga desa Joubela, Morotai, ini.

Tidak setiap hari museum PD II Morotai dikunjungi orang. Namun, lanjut Muhlis, selain masyarakat umum dan peneliti, pernah ada keluarga tentara AS dan Australia yang berkunjung ke museumnya. Mereka bermaksud mencari jejak-jejak leluhurnya di Morotai. Entah kebetulan atau tidak, turis asing itu menemukan NRP atau tanda nama tentara yang kemungkinan besar merupakan ayah atau kakek mereka.

"Ada yang dari Australia langsung menemukan NRP tentara yang merupakan keluarganya. Namun, bagusnya mereka tidak ambil dan bawa pulang, tapi menitipkannya di sini," kenang pria berusia 31 tahun tersebut.

Muhlis sangat berharap adanya perhatian dari pemerintah terhadap nasib benda-benda peninggalan PD II itu. Ia menginginkan adanya museum yang lebih besar, yang bisa menampung lebih banyak lagi warisan PD II. Benda-benda peninggalan tentara sekutu dan Jepang dalam perang tahun 1943-1944 itu, kata Muhlis masih berserakan di Bumi Morotai. Jumlahnya nyaris tidak dapat dihitung.

"Kalau museumnya ada, saya masih punya 3 truk helm di kampung saya. Saya siap menyumbangkannya ke museum itu nantinya," kata Muhlis dengan nada serius.

Menurut catatan sejarah, terdapat 200 ribu tentara sekutu, yang merupakan aliansi AS dan Australia, di Morotai. Mereka merebut pulau Morotai dari tangan Jepang pada 1944. Mereka juga membangun pangkalan militer di Morotai untuk menaklukkan Jepang di Filipina. Pasukan sekutu ini di bawah komando Douglas McArthur (1880-1964) seorang jenderal perang AS yang sangat tersohor.


(irw/fay)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads