Kecantikan Tersembunyi dari Ujung Genteng

Kecantikan Tersembunyi dari Ujung Genteng

- detikNews
Rabu, 20 Jul 2011 08:37 WIB
Jakarta - Jalannya sempit berkelok, rusak dan penuh lubang di sana-sini. Tak cukup itu, perjalanan perlu membelah hutan pinus, melewati hamparan kebun teh dan mengiris gunung batu kapur. Alhasil, jarak 97 km itu setidaknya menghabiskan waktu 4-6 jam perjalanan darat.

"Tapi kalau sudah sampai, rasa capek hilang semua," kata Lina (29), seorang wisatawan menunjuk kawasan pantai Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (16/7/2011).

Dari Jakarta, total jarak tempuh menuju pantai selatan Sukabumi tersebut mencapai 220 Km. Setelah keluar tol Ciawi, perjalanan melanjutkan ke arah Sukabumi, tetapi berbelok ke arah Pelabuhan Ratu saat di Cisaat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meninggalkan Cisaat, jalan masih terasa mulus hingga Cikembar. Namun, usai pertigaan Cikembar (lurus ke Pelabuhan Ratu, belok kiri ke Ujung Genteng), jalan mulai berliku dan aspal mengelupas disana-sini. Jalur Cikembar-Ujung Genteng ini yang benar-benar menguras tenaga.

"Kalau hanya memakai kendaraan jenis sedan, jangan dulu," ucapnya.

Toh rute yang jauh dari kenyamanan tersebut tidak menyurutkan wisawatan. Tiap pekan, puluhan turis lokal maupun asing menghabiskan masa liburannya. Tidak hanya wisatawan backpacker, melainkan juga rombongan sekolah, kantor, maupun keluarga.

Jumlah tersebut akan berlipat bila musim liburan atau bulan yang tepat untuk menikmati Ujung Genteng. Waktu yang pas buat menikmati Ujung Genteng yakni bulan Juni-Agustus saat musim panas dan jalanan rusak sedang mengering.

"Kalau musim hujan kesini, jalanan menjadi arena off road," kata tukang ojek, Zamani.

Ujung Genteng merupakan kawasan garis pantai yang memanjang dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), hingga pantai Cipanarikan sejauh hampir 9 km. Sepanjang jalur pantai tersebut, berderet pantai yang sangat cantik seperti Cibuaya, Ombak Tujuh, Pangumbahan dan Cipanarikan.

"Kalau Ujung Genteng-nya sendiri mulai sepi, beralih ke Cibuaya karena Cibuaya masih banyak pohon, rindang dan lebih dekat ke penangkaran penyu Pangumbahan," tandas Zamani sembari menyebut pantai Ujung Genteng yang telah panas karena pepohonan sudah habis ditebang.

Saat detikcom mengunjungi kawasan tersebut akhir pekan lalu, pantai Ujung Genteng telah sepi. Hanya terdapat kompleks pelelangan ikan, perkampungan nelayan dan deretan perahu nelayan tradisional.Penginapan terdekat dari Ujung Genteng berjarak 1,5 km ke arah barat, itupun hanya 3 buah. Penginapan bertarif Rp 75.0000 Rp 300.000/ malam justru ramai di Cibuaya, 3 km arah barat Ujung Genteng.

"Dari Cibuaya lebih dekat ke ombak tujuh, penangkaran penyu dan Cipanarikan. Ombak 7 tempat bule main surving, Cipanarikan pantainya sangat bagus, berpasir putih," tandas Zamani berpromosi.

Yang paling menarik perhatian detikcom adalah pantai yang disebut terakhir. Sebab, untuk menikmati matahari terbenam di Cipanarikan, hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau naik ojek setempat.Jalan menuju ke Pantai Cipanarikan juga harus melalui jalan setapak dan menembus rerimbunan pohon perdu. Serta melewati rawa kering yang akan becek bila hujan mengguyur.

'Rute rahasia' tersebut seakan-akan dijaga warga untuk menjaga kecantikan pantai Cipanarikan dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Mobil tidak bisa masuk ke area pantai ini.

"Sulit melukiskan keindahan pantai Cipanarikan. Susah juga membandingkan dengan pantai cantik di tempat lain. Ini benar-benar khas, punya magnet tersendiri. Pasir putihnya begitu lembut terhampar luas menuju laut seperti melintasi gurun pasir," tandas Lina.

Sebelum mencapai pantai Cipanarikan tersebut, pelancong dapat mampir ke penangkaran penyu PangumbahanWaktu yang tepat adalah menjelang matahari terbenam untuk melihat puluhan penyu kecil dilepas ke samudera. Sementara malam hari sekitar pukul 21.00 WIB, wisawatan dapat melihat penyu-penyu besar bertelor di pantai.

Penyu yang bertelur merupakan jenis penyu hijau yang dapat berkembang sampai panjang lebih dari 1 meter, berat mencapai 200 kg dan dapat hidup lebih dari 100 tahun.

"Saya terlambat ke pelepasan Penyu karena saking asyiknya foto-foto di Cipanarikan," sesal Lina.

Bagi penggemar selancar (surving) Ombak Tujuh merupakan lokasi yang tepat. Menurut seorang juru pijat keliling, puluhan turis asing selalu terlihat di Ombak Tujuh hanya untuk surving.

Mereka menghabiskan waktu hampir sebulan dalam sebuah penginapan yang disewa. Bule-bule tersebut datang berombongan dengan kulit putih pucat, dan meninggalkan Ujung Genteng dengan kulit sudah kering terbakar matahari.

"Mereka ada sejak saya SD. Tahun 90an sudah ada," kata Delia, si pemijat tersebut.



(Ari/irw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads