Studi Banding ke Luar Negeri Perlukah?

Studi Banding ke Luar Negeri Perlukah?

- detikNews
Jumat, 17 Sep 2010 18:00 WIB
Jakarta - Studi banding ke luar negeri oleh pejabat negara kembali menjadi sorotan. Yang masih hangat menjadi berita adalah rencana Panja Pramuka Komisi X untuk melakukan kunjungan kerja ke beberapa negara. Menurut Wakil Ketua Komisi X kegiatan studi banding ini diharapkan membawa banyak masukan bagi Panja Pramuka untuk menyelesaikan undang-undang yang dijadwalkan selesai akhir Oktober ini. 
 
Namun, sejumlah pihak menduga kunjungan kerja atau kunker semacam ini hanya akal-akalan anggota DPR untuk plesir ke luar negeri. Bukan sekali ini saja studi banding menjadi bahan kritikan tajam. Sejak zaman Orde Baru kegiatan studi banding telah menuai citra negatif.
 
Benarkah studi banding hanya membuang-buang dana APBN yang terbatas itu? Apakah tidak ada manfaat sama sekali dari kegiatan studi banding? Lalu mengapa kegiatan serupa masih muncul dalam rencana anggaran?
 
Bila kita merunut sejarah sebenarnya banyak peristiwa besar yang terjadi sebagai hasil studi banding. Peristiwa Isra  dan Miraj Nabi Muhammad SAW misalnya. Peristiwa yang sangat spektakuler ini adalah bentuk studi banding yang diberikan Allah kepada Rasul. Sebagaimana disampaikan dalam Al-Quran: "Maha Suci Allah Yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu (sebagian) malam dari Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (QS Al Isra: 1). 
 
Dalam perjalanan tersebut diriwayatkan Rasul dipertemukan dan berdialog dengan beberapa Nabi sebelumnya. Rasul SAW juga diperlihatkan surga dan neraka sebagai tempat akhir setiap manusia. Bukankah ini suatu perjalanan studi banding? Setelah perjalanan tersebut turunlah perintah shalat lima waktu bagi umat Islam. 
 
Dalam sejarah Indonesia pergerakan kemerdekaan juga tidak lepas dari pengaruh perjalanan para tokoh pergerakan ke berbagai negara. Baik dalam bentuk studi dalam waktu lama maupun perjalanan singkat. Apa yang mereka lihat pada negara-negara dan masyarakat yang dikunjunginya menjadi inspirasi pula bagi perjuangan kemerdekaan mereka.
 
Dalam melakukan riset secara akademis kunjungan lapangan juga merupakan salah satu sumber informasi yang amat berharga. Observasi secara langsung, bertemu masyarakat dengan kebiasaan yang berbeda, dan mengalami secara langsung kehidupan dengan sistem yang berbeda merupakan sesuatu yang sangat bernilai.
 
Lalu bila suatu perjalanan atau studi banding bisa sedemikian bermanfaat mengapa ada pula studi banding yang dianggap mubazir dan tidak berguna? Perbedaannya adalah adanya program yang terarah dan output yang ditetapkan untuk dicapai.
 
Dalam beberapa kesempatan mendengar para kolega sesama peneliti yang pernah mendampingi pejabat (eksekutif maupun legislatif) melakukan studi banding kesan jalan-jalan tersebut tidak dapat dihilangkan. Dari sekian banyak yang ikut dalam rombongan biasanya hanya satu - dua orang yang benar-benar serius melakukan "studi". Selebihnya hanya mengikuti aliran acara dan menunggu-nunggu sesi bebas. 
 
Pada sesi bebas itulah mereka umumnya melakukan plesir dan belanja. Selesai acara studi banding kesibukan mencari oleh-oleh menjadi lebih dominan ketimbang membuat rumusan hasil studi banding. Observasi, ilmu, pengalaman, atau hasil diskusi selama studi banding bisa menguap begitu saja. Padahal, semua itu adalah oleh-oleh terpenting buat bangsa ini yang telah membiayai perjalanan mereka.
 
Lalu bagaimana agar studi banding di masa mendatang tidak mubazir? 
 
Pertama, tentukan apakah perjalanan itu benar-benar perlu. Apakah tidak bisa dilakukan melalui desk study, converence call, film dokumenter, dan seterusnya. 
Kedua, perlu disusun program kerja yang sangat tajam dan hemat anggaran. 
Ketiga, batasi pejabat yang harus berangkat kepada yang benar-benar perlu. Pejabat lainnya bisa mengikuti perjalanan mereka lewat video conference, twitter, atau BB messenger (toh pejabat sekarang juga sudah gemar nge-twit aktivitas mereka detik demi detik). 
Keempat, tetapkan output atau hasil studi banding secara tegas, apakah berupa dokumen, policy paper, rekaman, jurnal, catatan dan lainnya. 
Terakhir, mungkin kita juga perlu memeriksa barang bawaan para pejabat sepulang studi banding. Apakah lebih banyak membawa buku, dokumentasi, rekaman perjalanan, atau justru kaos, coklat, dan cindera mata lainnya untuk sanak famili.
 
Tedy J Sitepu
Kemanggisan Ilir V/55 Jakarta Barat
tedy_js@yahoo.ocm 
0811824518
 
Penulis adalah Peneliti pada Paramadina Public Policy Institute. 
 



(msh/msh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads