Hal itu ungkapkan oleh juru bicara Persada, Nain Suryono kepada wartawan di
kantor Persadha Pusat kampung Surokarsan MG II/472 Yogyakarta, Selasa(14/10/2008).
"Ajaran kerohanian Sapta Dharma adalah murni bukan merupakan sempalan atau
bagian dari agama apapun," kata Suryono.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami meminta semua warga untuk tenang. Kita juga akan berintrospeksi dan mawas diri setelah peristiwa itu. Kita juga berupaya untuk bertemu dengan FPI untuk menyelesaikan masalah itu. Hanya saja sampai sekerang belum diperbolehkan oleh kepolisian," kata Suryono didampingi Ketua Tuntutan Agung Sapta Dharma, Saikun Partowiyono.
Suryono menjelaskan, berdoa setiap hari dan beberapa hari sekali yang dilakukan pada tengah malam sekitar pukul 23.00 - 24.00 WIB dengan bersujud menghadap ke arah timur itu merupakan tata cara berdoa yang dilakukan Sapta Dharma. Tata cara itu sama semua dengan yang dilakukan warga Sapta Dharma yang ada di daerah lain.
"Semua sama dan itu ada tuntunannya dalam wewarah (tata cara) kerohanian Sapta Darma," katanya.
Saikun menambahkan organisai Sapta Dharma yang didirikan oleh Hardjosapuro alias Sri Gutomo pada tanggal 27 Desember 1952 di Pare, Kediri Jawa Timur itu telah terdaftar resmi di direktorat penghayat aliran kepercayaan. Organisasi ini juga sudah diakui keberadaannya oleh negara karena sudah ada selama 56 tahun. Selama itu tidak pernah terjadi masalah dengan warga yang lain maupun pemerintah.
"Selama ini kita tidak dilarang pemerintah dan lolos screening. Kita bukan
sempalan agama apapun. Sesat atau tidak kita serahkan pada cara orang yang
menilai atau memandang," kata Saikun. (bgs/anw)