Jakarta - Masih ada satu kawasan lagi yang tak terpisahkan dengan keberadaan Nyai Roro Kidul. Lokasinya masih dekat dengan Parang Endog, tapi semangatnya sangat jauh berbeda dengan tempat-tempat lain yang sudah disebutkan terdahulu.Di kawasan ini, semuanya bersifat spiritual. Artinya, di tempat ini tak ada lagi istilah kencan atau mencari sahabat makhluk halus untuk keperluan keduniawian. Kawasan 'suci' itu disebut Goa Langse. Langse kependekan dari tilase (bekas).Lokasi ini dipercaya sebagai bekas tempat bertapa Panembahan Senopati maupun Sunan Kalijogo, dua tokoh sentral dalam spiritualitas Jawa. Itu pula yang menjadikan daerah ini dianggap sebagai kawasan sakral, dan siapa saja yang habis memasuki kawasan ini mendapat penghargaan dari masyarakat Jawa, dianggap sebagai orang hebat.Penghargaan itu sejatinya tak salah benar. Sebab, untuk memasuki kawasan Goa Langse memang dibutuhkan keberanian. Habis menerobos Alas Gupit, maka peziarah harus menuruni tebing curam. Merayap dengan berpegang akar pohon, meniru laku cecak di Batu Gedeg, dan harus merayap lagi di Bokong Semar sebelum sampai ke mulut gua.Saat merayap di tebing tegak lurus sepanjang 500 meter itu bahayanya sangat luar biasa. Jika jatuh hampir dipastikan nyawa tak tertolong. Debur ombak di bawah, serta batu karang yang runcing siap meluluh-lantakkan apa saja yang terlepas dari atas.
Goa MistikGoa pertama yang menyapa peziarah adalah Goa Semar. Goa ini terpisah, karena terletak di sebuah pulau kecil yang harus dilompati. Goa itu persis menghadap laut lepas. Dan untuk melakukan meditasi, maka dibutuhkan kehati-hatian ekstra, karena hanya muat satu badan.Dalam keyakinan Jawa, goa ini amat penting bagi mereka yang mempelajari ilmu tua. Memberi ruang siapa saja yang ingin mendapatkan pencerahan. Mengasah bathin agar peka dan waskita, punya kearifan, serta, tentu saja, sakti.Goa ini sebelumnya tak banyak dikenal. Namun gara-gara almarhum penyair Soewarno Pragolapati, yang sebelum berangkat bertapa ke gua ini menyebut akan menghilang dan setahun kemudian kembali ke dunia, maka sosok Goa Semar jadi mencuat ke permukaan.Jasad penyair itu memang tak ditemukan. Ia hilang ditelan misteri. Tapi bagi mereka yang rasional, penyair itu diprediksi mengantuk atau berhalusinasi dan jatuh ke laut. Arus bawah laut selatan yang ganas dan deras telah menggulung tubuhnya, dan menempatkan jasad sang penyair dalam cekungan-cekungan dalam laut.Setelah Goa Semar, maka goa kedua yang menyapa adalah Goa Langse. Goa ini amat luas. Dipenuhi stalaktit dan stalakmit, sungai bawah tanah yang sangat licin, serta sebuah sumur berair tawar yang dipercaya sebagai tempat kemunculan Bandung Bondowoso, tokoh sakti mandraguna itu, yang melesak ke bumi dari kawasan candi Prambanan.Di goa ini, baik Sunan Kalijaga maupun Panembahan Senopati melakukan hubungan dengan Sang Khalik. Keduanya bertapa, dan mendapatkan kesaktian yang diinginkan. Dua tokoh itu juga dipercaya melakukan pertemuan dengan Nyai Roro Kidul, dan mendapatkan pendadaran tentang ilmu-ilmu tertentu.Adakah hanya itu yang ada di kawasan ini? Tidak. Masih ada dua goa lagi yang tak kalah keramatnya. Goa Drajat serta Goa Jodoh, namanya. Goa ini kendati secara metafisis kurang 'kuat' dibanding goa sebelumnya, tetapi yang melakukan ritual di goa ini cukup banyak, dan datang dari kalangan orang-orang terkenal. Selain mantan presiden Soeharto, juga ada mantan Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) yang ajeg datang. Sampai-sampai mereka membuat padepokan di kawasan ini untuk kepentingan itu.Apakah yang mereka cari di tempat yang sesepi ini? Jawabnya hampir sama dengan yang diungkapkan Serat Puji Warna Warni. "
Dadi ratu uga kudu gawe ihsan, tegese gawe kabecikan. Yen ora mengkono, sayektine dheweke dadi kancane iblis." (Jadi raja (pemimpin) harus selalu berbuat kebaikan, kalau tidak, maka sejatinya dia jadi temannya iblis).Maka, di tempat sepi ini, para birokrat itu mengamalkan ajaran itu. Mereka berusaha untuk mendekatkan diri, bersemadi, dan berharap kalau lengser keprabon (pensiun) bisa madeg pandito (jadi orang arif, sesepuh). Kalimat itu sangat terkenal di era Soeharto, sebagai ekspresi personal manusia Jawa.Benarkah Soeharto telah ngadeg pandito? Nampaknya harapan itu tinggal harapan. Reformasi telah menjauhkan keinginan manusia Jawa kelahiran Kemusuk ini dari cita-cita dan harapannya. Zaman cepat berubah, Soeharto terus didera sakit, dan kasus penyimpangannya masih dibuka-tutup hingga hari ini. (
Bersambung)
Keterangan penulis:Djoko Su'ud Sukahar adalah budayawan. Tinggal di Surabaya, Jawa Timur.
(Djoko Su\'ud Sukahar/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini