Psikolog Sosial: Praktik Seperti Dimas Kanjeng Banyak Terjadi di Indonesia

Psikolog Sosial: Praktik Seperti Dimas Kanjeng Banyak Terjadi di Indonesia

Ray Jordan - detikNews
Rabu, 28 Sep 2016 06:26 WIB
Ilustrasi Dimas Kanjeng (Foto: Istimewa/Youtube)
Jakarta - Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang memiliki ribuan pengikut disebut bisa menggandakan uang secara instan. Praktik seperti Taat Pribadi ini disebut masih banyak terjadi di Indonesia.

Psikolog Sosial Universitas Airlangga Ahmad Chusairi mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan praktik seperti ini banyak diburu oleh masyarakat Indonesia, salah satunya tergiur dengan iming-iming kaya dalam waktu singkat.

"Di Indonesia banyak yang seperti itu. Faktor penyebabnya banyak hal. Misalnya kenapa bisa menggandakan uang atau bisa menambah keuntungan dalam waktu singkat," kata Chusairi saat berbincang dengan detikcom, Selasa (27/9/2016) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Chusairi mengatakan, masih banyak masyarakat Indonesia yang berfikir irasional (di luar akal sehat). Karenanya, iming-iming bisa jadi kaya dalam waktu singkat sangat mudah diterima.

Selain itu, masyarakat Indonesia juga masih banyak yang berpedoman kepada nilai-nilai tradisional yang berbau mistik.

"Masyarakat kita masih banyak yang berfikir irasional, ingin instan. Harusnya kan dalam era seperti ini harus rasional. Dan juga karena masyarakat kita masih berdasara pada nilai-nilai tradisional, seperti hal-hal yang berbau mistik," katanya.

Chusairi juga menilai, masyarakat Indonesia banyak yang merasa siapa yang memiliki kelebihan, pantas dijadikan pemimpin. Meskipun kelebihan itu belum teruji kebenarannya.

"Masyarakat kita itu kolektif dan selalu merasa ada seseorang yang memiliki kelebihan, maka disebut sebagai pemimpin. Salah satu kelebihannya bisa memiliki ilmu atau akal lebih banyak, atau berwibawa, keturunan bangsawan," katanya.

"Jadi, itu kenapa masyarakat kita masih mempercayai bahkan menjadi pengikut bagi hal-hal yang bersifat tidak masuk akal tersebut. Hal seperti ini banyak terjadi di daerah, bahkan ada juga di wilayah pusat kota meskipun fenomena ini mulai termarjinalkan, dan menyasar orang yang kelas sosial menengah ke bawah. Jadi kalau masih ada pejabat dan orang pintar yang kena, itu karena kultur yang ada di masyarakat," tambahnya.

Chusairi menilai, fenomena ini juga dikarenakan tingkat kemajuan dan pendidikan masyarakat yang masih belum merata. "Tingkat kemajuan masyarakat kita tidak merata, jadi hal seperti ini banyak terjadi. Bahkan, kemungkinan fenomena seperti ini masih terus terjadi," katanya. (jor/fiq)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads