"Kalau masalah radikalisme memang di negara manapun sedang menghadapi itu. Tapi kembali lagi akar radikalisme itu apa sih ? kemiskinan, termarjinalkan, kesewenang-wenangan. Itu yang harus dihindari, makanya kita minta pada seluruh masyarakat. Ini bukan tugas aparat keamanan atau tugas pemerintah saja, tapi tugas semua," kata Wiranto di Menko Polhukam, Jalan Raya Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (27/9/2016).
Wiranto mengatakan apabila pelaku radikalisme atau terorisme beraksi di tengah masyarakat, maka yang menjadi korban tidak hanya pemerintah, tetapi berbagai elemen masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu kata Wiranto persoalan terorisme tak bisa dilawan dengan tindakan tegas aparat keamanan saja. Akan tetapi seluruh elemen masyarakat dapat mengambil tindakan
"Ya ormas itu harus mendukung. Makanya itu, kembali saya meminta revisi uu terorisme. Itu senjata bagi aparat keamanan atau bagi kita semua untuk melawan terorisme," imbuhnya.
Wiranto mengatakan pelaku radikalisme atau terorisme tidak punya aturan main tertulis. Modal mereka hanya doktrin dan pemahaman yang salah tentang agama.
"Mereka kan enggak punya UU peraturan, yang ada doktrin yang sangat kuat. Mereka enggak punya batas negara. Kalau kita tidak ada, satu senjata berupa payung undang-undang yang ekstra untuk melawan mereka, sama saja kita melawan mereka dengan tangan terikat. Itu yang kita perjuangkan," paparnya.
Wiranto bercerita salah satu upaya yang dilakukannya dengan bertemu pimpinan redaksi media massa nasional. Sehingga menciptakan pemahaman anti radikalisme diberbagai lapisan masyarakat.
"Ketemu dengan pimred, untuk memberikan pemahaman terorisme. Ini yang menghadapi seluruh masyarakat dan pemerintah, jadi bukan pemerintah saja," pungkasnya. (edo/rvk)