Dalam bising lalu lintas dan terik matahari di seputar Stasiun Cikini, bocah yang biasa dipanggil Amat itu tertidur pulas. Begitulah kehidupan Amat, manusia Bajaj yang sebelas tahun tinggal di atas kendaraan roda tiga itu.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pernah (ngeluh), tapi saya bangga sama dia, dulu pernah sakit panas. Tapi dia ga rewel. Saya bawa ke Puskesmas sama ke dokter ga sembuh. Kaya sakit mau keluar campak gitu. Terus saya obati pakai obat tradisional China aja. Eh sembuh. Alhamdulilah. Saya hadapi dengan senyum saja semuanya," kata Riwahyudin saat berbincang dengan detikcom, Senin (26/9/2016).
Ibu Amat sudah meninggal 11 tahun lalu. Sejak itu Wahyudin merawat Amat di atas Bajaj. Kondisi Bajaj yang sekarang sudah mendingan dibanding sebelumnya. Saat Amat masih kecil, Bajaj Wahyudin mirip kandang ayam. Dinding Bajaj di bagian pengemudi ditutup dengan tripleks untuk melindungi si buah hati dari angin malam dan hujan. Sekarang Bajaj Wahyudin sudah lebih bagus, ada penutup dari terpal yang melindungi Amat.
Bekerja menjadi sopir Bajaj, penghasilan Wahyudin kadang tak menentu. Dalam satu hari dia harus setor Rp 120 ribu. Terkadang ada sisa, tak jarang harus nombok.
"Setorannya mahal. Rp 120 ribu sehari. Kadang nombok. Ngisi bahan bakar jauh juga. Nggak semua ada BBG. Ada lebihan Rp 30
ribu Alhamdulilah. Yang penting buat sekolah sama makan dia (Amat)," kata Wahyudin.
Jika setoran belum cukup, Amat akan dibawa narik Bajaj oleh Wahyudin. Amat tidur di kursi kemudi di samping sang ayah duduk.
"Kalau belum ada setoran ya Amat tidur di depan sama saya. Biar penumpang nyaman juga. Kadang penumpang ada yang mau naik
ada yang enggak. Ya nggak apa-apa. Semuanya Tuhan yang atur. Bersyukur saja saya," kata Amat.
Wahyudin ingin memberikan contoh semangat kepada Amat bahwa jika bekerja tidak boleh menyerah dengan keadaan. (erd/try)












































