Eksekusi Mati Gembong Narkoba Lambat, Prof Krisna: SEMA Itu Jalan Keluar

PK Hanya Satu Kali

Eksekusi Mati Gembong Narkoba Lambat, Prof Krisna: SEMA Itu Jalan Keluar

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 04 Jan 2015 09:54 WIB
Jakarta -

Jaksa Agung Prasetyo berdalih lambatnya eksekusi mati gembong narkoba karena terpidana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) lagi. Atas hal itu, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Surat Edaran jika PK hanya satu kali, tidak boleh lebih. Hingga akhir tahun 2014, tidak ada gembong narkoba yang didor.

"Kalau boleh dua kali, tiga kali, empat kali dan seterusnya, kapan bisa dieksekusi?" kata hakim ad hoc tipikor pada tingkat kasasi, Prof Dr Krisna Harahap saat berbincang dengan detikcom, Minggu (4/1/2015).

Aturan PK satu kali yang tertuang dalam KUHAP dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Akibatnya, para gembong narkoba saat hendak dieksekusi buru-buru mengajukan PK untuk menghindari timah panas eksekutor. Atas hal itu, MA mengeluarkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 tahun 2014 yang ditandatangani pada 31 Desember lalu oleh Ketua MA Hatta Ali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam SEMA itu, MA mengacu kepada UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Mahkamah Agung yang masih mencantumkan PK hanya satu kali dan klausul itu tidak dihapus MK.

"SEMA itu jalan keluar dari MA," ujar Krisna.

Krisna juga menilai SEMA bukan mengesampikan putusan MK karena putusan MK tidak serta merta menghapus pasal di UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MA tersebut. Putusan MK tersebut juga tidak memiliki cover yang cukup kuat untuk serta merta menghapus UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Mahkamah Agung. Sebelumnya, MK juga sempat menghapus sifat melawan hukum materiil dalam UU Tipikor dan kerap diabaikan oleh MA tapi terobosan MA itu diterima oleh masyarakat.

Jika putusan MK yang membolehkan PK berkali-kali diterapkan, maka banyak ditemui kendala dalam pelaksanaan di lapangan.

"Kalau kena perkara narkoba, korupsi, teroris yang extra ordinary crime (kejahatan luar biasa), maka tidak ada akhirnya," ujar Krisna.

Dalam putusan MK, 9 hakim konstitusi sepakat jika PK berkali-kali bisa memberikan keadilan yang menjadi hak asasi manusia setiap orang. Namun itu dimentahkan oleh Krisna Harahap.

"Keadilan untuk siapa? Keadilan itu relatif, tidak mungkinlah menemukan keadilan bagi semua pihak karena keadilan mutlak hanya milik Allah. Faktor lain harus juga diperhatikan, tidak bisa dikesampaingkan," ucap lelaki kelahiran Sibolga itu. Faktor lain yang dimaksud yaitu kemanfaatan hukum dan kepastian hukum.

(asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads