"Ini salah satunya menampung keluhan masyarakat, yaitu anak-anak mereka membeli minuman keras di toko-toko kelontong dan mini market atau supermarket," kata pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Dr Mudzakir kepada detikcom, Rabu (27/3/2013).
Selain menampung spirit masyarakat juga mengadopsi UU Narkotika dan Keppres yang membatasi peredaran miras. Sebab dengan bebasnya anak-anak membeli miras tersebut memberi dampak berkepanjangan pada generasi bangsa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa kita tidak atensi terhadap anak-anak yang suka mabuk karena dapat dengan mudah memperoleh minuman keras di warung-warung dan lain-lain, padahal mereka menjadi korban korporasi yang memproduksi minuman keras. Bagaimana dampak lanjutannya?" cetus salah satu tim perumus RUU KUHP/KUHAP ini.
Seperti diketahui, di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia, miras dengan kadar rendah seperti bir hingga kadar alkoholnya tinggi bisa didapati dengan mudah di mini market di setiap titik jalan. Mini market ini juga sekaligus memberikan sarana untuk menikmati minuman tersebut.
Rencana aturan ini tertuang dalam Bab XVI tentang Tindak Pidana Kesusilaan Bab Ketujuh tentang Bahan yang Memabukkan.
Dalam Pasal 499 ayat 1 huruf a disebutkan 'dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 30 juta setiap orang yang menjual atau memberi bahan yang memabukkan kepada orang yang nyata kelihatan mabuk'.
"Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 30 juta setiap orang menjual atau memberi bahan yang memabukkan kepada orang yang belum berumur 18 tahun," demikian bunyi Pasal 499 ayat 1 huruf b seperti tertulis dalam Rancangan KUHP.
(asp/mpr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini