Kisah Tajudin bermula dari Polres Tangerang Selatan yang melihat Cepi Nurjaman (14) dan Dendi Darmawan (13) sedang menjual cobek di sekitar Perum BSD Serpong dan Perum Villa Melati Mas Kota Tangerang Selatan. Mereka duduk di pinggir jalan sambil berjualan cobek setiap hari. Diduga anak-anak tersebut menyetorkan uang Rp 30.000 kepada Tajudin setiap harinya. Tajudin ditangkap pada Rabu (20/4) sekitar pukul 22.00 WIB di Jalan Raya Perum Graha Raya Bintaro, Kota Tangerang Selatan.
Kini kasus tersebut tengah bergulir di PN Tangerang dan sudah memasuki tahap pembuktian. Tajudin didampingi oleh kuasa hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan (LBH Keadilan).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah saksi telah dihadirkan dalam persidangan. Saksi korban dan orang tua korban menyebut bahwa korban sudah putus sekolah dan tidak ingin melanjutkan sekolah lagi. Mereka berjualan cobek atas keinginan sendiri tanpa ada paksaan atau ancaman dari terdakwa Tajudin dan untuk membantu ekonomi keluarga korban. Mereka datang sendiri menemui Tajudin dan orang tua mereka mengizinkan.
Berdasarkan keterangan saksi, para korban membeli cobek dari Tajudin seharga Rp 5.000-Rp 30.000 tergantung ukuran, lalu korban menjual kembali cobek tersebut dipinggir jalan seharga Rp 20.000-Rp 50.000. Sementara terkait uang Rp 30.000 yang disetorkan oleh korban kepada Tajudin disebutnya sebagai uang bensin karena mereka setiap hari diantar jemput.
Keduanya telah berjualan cobek selama 8 bulan dengan jam kerja serta lokasi yang mereka tentukan sendiri dan tidak pernah mengeluh sakit. Tajudin juga disebut sering mengingatkan kedua korban untuk melanjutkan sekolah dan tidak melarang mereka bermain atau pulang kampung.
Sementara saksi dari kepolisian menyebut, lokasi korban berjualan cobek tidak layak karena di pinggir jalan dan duduk ditrotoar tanpa sekat ruang, atap dan tempat duduk. Jadi pada saat cuaca panas mereka kepanasan dan saat turun hujan mereka kehujanan. Mereka berjualan sejak pukul 14.00-22.00 WIB sambil menutup wajahnya di kedua kaki. Sementara cobek yang mereka jual ditaruh di depan agar orang-orang yang melihat mereka merasa kasihan dan iba sehingga memberi uang tanpa harus membeli cobek. Polisi juga menilai uang Rp 30.000 yang diberikan korban kepada terdakwa setiap harinya adalah uang setoran.
Kuasa hukum Tajudin, Erlangga Swadiri menilai, perkara ini tidak seharusnya masuk ke pengadilan. Langkah Tajudin mempekerjakan CN dan DD dinilainya telah membantu keluarga anak tersebut.
"Di kampungnya, Padalarang Bandung Tajudin justru dianggap sebagai orang yang berjasa karena dapat membantu keluarga CN dan DD. Hal ini dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari orang tua CN dan DD, masyarakat, RT, RW, Kepala Desa dan Camat yang menyatakan bahwa Tajudin sama sekali tidak memaksa CN dan DD untuk bekerja," kata Erlangga dalam keterangan yang diterima detikcom, Selasa (25/10/2016).
Peristiwa yang dialami Tajudin, menurut Erlangga, merupakan bukti kegagalan negara dalam memenuhi hak asasi setiap warga. Negara dinilai gagal memberikan penghidupan yang layak, lapangan pekerjaan bagi CN dan DD beserta keluarganya.
"Tajudin sesungguhnya berusaha membantu negara dengan mempekerjakan CN dan DD. Namun nasib berkata lain, Tajudin sang penjual cobek justeru dipidana dan terancam pidana 15 Tahun. Save Tukang Cobek!!" tutur Erlangga. (khf/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini