"Untuk apa (uang Rp 50 juta-red)? Mobil sudah banyak, punya segala macem?" tanya jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Kamis (15/9/2016).
"Mengenai uang untuk apa, itu relatif Pak sebagai manusia," jawab Rohadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alasan mendasar?" tanya jaksa mengerucut.
"Hanya itu saja Pak," jawab Rohadi pendek.
"Untuk apa?" cecar jaksa KPK mengejar.
"Keperluan sehari-hari," jawab Rohadi lagi.
![]() |
"Uangnya tidak ke mena-mana, hanya untuk saya sendiri," kata Rohadi berdalih.
Terkait uang Rp 250 juta yang didapati KPK, Rohadi lagi-lagi berdalih tidak mengalir ke majelis. Uang itu ia dapat karena ia berspekulasi tentang lamanya putusan Saipul Jamil.
"Akhirnya pada hari saya lupa tanggalnya, karena ditanya-tanya terus, dia (Bertha) tanya lagi tentang putusan. Waduh saya harus jawab apa. Saya baca di detikcom dia (Saipul Jamil) dituntut 7 tahun. Saya jawab untung-untungan. Saya jawab 3 tahun. Bunda (Bertha) tidak mau. Saya jawab ya sudah batal saja karena saya tidak tahu putusan apa yang diberi majelis," ucap Rohadi.
25 Tahun lalu, Rohadi merupakan pegawai pengadilan yang tinggal di rumah petak. Tapi seiring waktu, kehidupannya membaik bahkan menjadi konglomerat. Ia memiliki 17 mobil, rumah sakit, proyek real estate, water park hingga kapal penangkap ikan. Padahal, ia hanyalah panitera pengganti (PP) dengan gaji Rp 8 jutaan per bulan. (rna/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini