Hal ini membuat para hakim agung kaget dengan bukti tersebut, tidak terkecuali hakim agung Gayus Lumbuun.
"Kejadian-kejadian kejahatan yang dilakukan oleh pejabat peradilan yang masif di banyak wilayah pengadilan, bahkan berkaitan dengan pejabat di tingkat MA merupakan turbulensi peradilan yaitu kekacauan atau kerusuhan di peradilan," kata Gayus saat berbincang dengan detikcom, Selasa (17/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menyudahi permasalahan itu, maka perlu dilakukan perubahan secara sistematis organisatoris.
"Termasuk menempatkan orang, baik PNS dan hakim dalam mutasi dan promosi haruslah dengan dasar orang yang tepat di tempat yang tepat, bukan dengan dasar suka atau tidak suka terhadap orang-orang yang kritis terhadap perbaikan lembaga MA di tempatkan di daerah terpencil," ujar Gayus.
Tapi yang terjadi saat ini, menurut Gayus, pengelolan MA tidak dilakukan secara profesional.
"Bahkan hakim agung bisa dipindahkan kamar yang bukan menjadi keahliannya. Ini menunjukkan pengelolaan yang oligarki atau segelintir elite dengan kekuasaannya mengatur semua hal," ucap guru besar Universitas Krisnadwipayana itu.
"Sikap oligarki juga kelihatan ketika membuat kebijakan strategis seperti menerbitkan Peraturan MA(Perma) atau Surat Edaran MA (SEMA) tidak melibatkan para hakim agung sebagai unsur utama MA seperti layaknya yang dilakukan lembaga-lembaga negara lain," pungkas Gayus. (asp/nrl)











































