Konsumen adalah raja dan suara publik tentu wajib didengar. Publik memilih layanan taksi online tentu dengan sejumlah alasan. Harga murah pasti jadi pilihan, dan kenyamanan adalah nomor satu. Mampukan taksi reguler memberikan itu?
Nah kembali ke New York tadi, akhirnya pemerintah kota berkompromi dengan uber. Di kota big apple, mobil uber memakai pelat khusus yang sama dengan yellow cab atau taksi kuning yang sehari-hari 'menguasai' jalanan New York.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat New York, lalu apakah kemudian Jakarta dan Indonesia justru akan memblokir layanan jasa transportasi online? Merujuk pada surat Menhub Ignasius Jonan pada Kemenkominfo Rudiantara sepertinya tindakan itu akan dilakukan. Walau dalam 15 hari, akan sangat memungkinkan ada keputusan lain. Lepas dari urusan surat itu, mungkin pada akhirnya memang suara publik yang akan menentukan.
Bila solusi pemblokiran kemudian diambil, perlu dipikirkan juga, apakah kemudian apakah taksi reguler bisa memberikan kenyamanan hingga harga yang bersaing?
Sejumlah pengguna jasa transportasi berbasis aplikasi baik Uber atau grab car memilih meninggalkan taksi reguler dengan sejumlah alasan kuat. Selain soal harga dan kendaraan yang nyaman, juga soal uang kembalian dan sopir yang tak pernah mutar-mutar tak tahu jalan.
Teknologi tak bisa dibendung, kemajuan akan selalu mencari jalannya dan masyarakat pasti akan memilih yang terbaik. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat tentu bisa mengambil pilihan terbaik dan taksi reguler tentu harus berkaca diri, mengapa ditinggalkan konsumen.
Semoga saja dalam 15 hari ke depan solusi yang diambil tak merugikan masyarakat sebagai konsumen. (dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini