Menurut Tjahjo, warga di luar 6 agama yang diakui pemerintah Indonesia--Islam, Kristen Protestan, Katolik, Buddha, Kong Hu Cu--, juga berhak mendapatkan identitas KTP. Namun, kolom agama di KTP bisa dikosongkan.
"Kan seperti di Jawa Barat itu ada Sunda Wiwitan, di Jawa ada Pangestu. Mereka itu berhak mendapatkan e-KTP. Walaupun kepercayaannya tak ada di 6 agama yang diakui undang-undang. Penganut keyakinan itu bisa dapatkan KTP tapi kolom agama dikosongkan," ujar Tjahjo di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (23/2/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Negara menjamin kemerdekaan kepada setiap warga negaranya untuk memeluk dan beribadah sesuai agama dan keyakinan," tuturnya.
Kemudian, dia menjelaskan bila 6 agama yang diatur dalam undang-undang wajib dicantumkan di kolom agama KTP. Mestinya dalam masalah berkeyakinan, warga yang punya keyakinan di luar 6 agama itu juga berhak mendapatkan KTP.
"Dari hasil konsultasi kami apakah di luar 6 agama yang tadi apakah tidak boleh mendapatkan KTP? Padahal KTP ini nyawa untuk urus paspor, perbankan, pekerjaan, dan lain-lain," tuturnya.
Pentingnya kepemilikan KTP karena Kemendagri menginginkan data menyeluruh. Saat awal menjadi Mendagri, kepemilikan e-KTP ganda masih 8 juta. Hal ini terus dibenahi Tjahjo.
Tjahjo menilai pengosongan kolom agama di KTP bisa dilakukan. Kecuali, bagi warga yang punya keyakinan agama menyimpang dan sesat.
"Kami di Kemendagri tetap mendata keyakinannya apa. Soal kolom agamanya dikosongkan tapi datanya ada. Kecuali warga itu berkeyakinan, mempunyai keyakinan sesat," tuturnya. (hty/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini