Keinginannya untuk memperkenalkan bunga amarilis begitu besar. Dia sempat ditertawakan tetangga saat membawa bunga kesayangannya itu di sebuah karnaval di Dusun Ngasemayu.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puspa Patuk memang telah menjadi nama yang diberikan oleh Camat Patuk kepada bunga itu pada 2014 lalu. Gunungan Puspat setinggi 1 meter itu menjadi karya kebanggaannya. Dia sengaja menyiapkan bunga tersebut untuk mekar di tanggal 15 November lalu, saat karnaval digelar.
Meski sempat dipandang sebelah mata oleh para tetangga, Sukadi kini telah merasakan hasilnya. Siapa lagi kini yang tak tahu bunga amarilis.
![]() |
Meski harus terinjak-injak pengunjung, amarilis yang dulunya hanya gulma yang dimusnahkan, kini mendapat perhatian dari banyak orang.
"Dulu sampai dibakar sama petani karena banyak tumbuh di hutan dan sawah," tutur pria yang berprofesi sebagai penjual mainan keliling ini.
Ditemui terpisah, Camat Patuk Raden Haryo Ambarsuwardi menceritakan, dia telah mencoba memperkenalkan Puspa Patuk sejak akhir 2014. Saat itu dia mengimbau warganya untuk merawat tanaman ini di rumahnya.
"Tapi memang hanya pak Sukadi yang menanam sebanyak ini. Sekarang setelah melihat pak Sukadi, yang lain juga jadi ingin menanam banyak juga," kata Haryo.
Berkat kebun indah Sukadi kini amarilis itu dikenal banyak orang. Bukan sebagai gulma, tapi bunga. Butuh perjuangan belasan tahun untuk mencapai tahap ini. Sayang, 'karya' Sukadi itu rusak oleh pengunjung dalam 2 pekan terakhir. (sip/dhn)