Berebut Tambang Rp 2.600 Triliun di Asteroid

Proyek Tambang di Antariksa

Berebut Tambang Rp 2.600 Triliun di Asteroid

Sapto Pradityo - detikNews
Kamis, 12 Nov 2015 17:27 WIB
Foto: NASA
Jakarta -

Sebulan lalu, asteroid 86666 melesat melintas di langit bumi. Asteroid itu melaju dengan kecepatan lebih dari 64 ribu kilometer per jam. Untunglah, asteroid yang ukurannya beberapa kali Stadion Old Trafford milik Manchester United tersebut tak menyerempet bumi. Sebab, jika terjadi, serempetan itu bakal menyebabkan kiamat kecil di planet ini.

Sekitar 65 juta tahun lalu, tumbukan asteroid raksasa dengan bumi menamatkan kehidupan dinosaurus dari muka bumi selamanya. Setiap hari, ada ribuan asteroid yang melintas di atas sana. Para astronom dalam Program Near Earth Object Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) setiap saat memelototi pergerakan asteroid-asteroid itu. Pada 29 November nanti misalnya, ada asteroid besar, 163696, berdiameter sekitar 3 kilometer, bakal mendekati bumi. Untung, lintasan asteroid 163696 masih jauh dari lintasan bumi.

Hanya soal waktu, bakal ada asteroid yang lintasannya berpotongan dengan bumi dan bisa jadi petaka. Tapi ada pula perusahaan yang justru melihat peluang emas di asteroid, Deep Space Industries dan Planetary Resources. Pada pertengahan Juli lalu, Planetary sudah mengirimkan wahana Arkyd-3 Reflight ke antariksa untuk menguji perangkat avionik dan sejumlah teknologi untuk proyek tambang di asteroid.

"Proyek tambang di asteroid mungkin terdengar seperti kisah sains-fiksi. Tapi kami sudah mulai mengirimkan wahana.... Jadi ini bukan kegiatan bisnis yang baru bisa dilihat anak-cucu kalian, tapi kalian bakal menyaksikannya dalam beberapa tahun lagi," kata Chris Lewicki, Presiden Planetary Resources, seperti dikutip ABC.

Eric Anderson, pendiri Planetary Resources (GettyImages)


Pada akhir 2016, Planetary berencana menerbangkan wahana Arkyd-100 untuk mengidentifikasi asteroid-asteroid yang bisa mereka tambang. Dua tahun kemudian, menurut Lewicki, mereka berharap sudah bisa mendaratkan wahana di asteroid yang diincar.

"Ini memang jadwal yang ambisius.... Kami bergerak sangat cepat dan dunia juga berubah sangat cepat," kata Chris kepada Space. Mereka bakal beradu cepat dengan Deep Space Industries, yang didirikan oleh Rick N. Tumlinson dan Daniel Faber.

Beberapa triliuner teknologi, seperti pendiri Google, Larry Page; Chairman Alphabet, Eric Schmidt; dan pemilik Perot Systems, Ross Perot; sudah menyetor duit ke Planetary Resources. Apa yang mereka lihat di ribuan asteroid di antariksa sana?


Rick Tumlinson menaksir asteroid 2012 DA14 yang lewat di atas bumi beberapa tahun lalu saja nilainya sekitar US$ 195 miliar atau hampir Rp 2.652 triliun, lebih besar ketimbang anggaran setahun pemerintah Indonesia. Sebuah angka yang bisa bikin ngiler raksasa-raksasa tambang dunia, seperti BHP Billiton atau Vale.

Duit itu diperoleh dari tambang metal sekitar US$ 130 miliar dan menambang air sekitar US$ 65 miliar. Di bumi, air nilainya tak seberapa. Tapi, beribu-ribu kilometer dari bumi, air bisa lebih mahal ketimbang emas sekalipun. Menurut Rick, mereka berniat mengubah air di asteroid itu menjadi bahan bakar roket.

Secara teori, hal ini bukan perkara mustahil. Mereka bisa mengambil partikel hidrogen dan oksigen dalam air dan mengubahnya menjadi bahan bakar. Ketimbang mengangkut air dari bumi yang ongkosnya sangat mahal, bisa jadi lebih murah beli air dari Planetary atau Deep Space di atas sana.

Dari sekitar 9.000 asteroid di sekitar orbit bumi yang telah diidentifikasi, 981 asteroid memiliki diameter lebih dari 1 kilometer. Mayoritas asteroid, menurut Eric C. Anderson, pendiri Planetary, berdiameter 100 meter hingga 1 kilometer. Dari sebuah asteroid berdiameter 0,5 kilometer saja, diperkirakan bisa disedot air dengan volume lebih dari 80 kali kapasitas supertanker. Dari satu asteroid ini bisa dikeruk 1,5 kali seluruh cadangan platinum di perut bumi.

"Asteroid yang melintas minggu ini terlalu sulit untuk kami tambang, tapi masih akan datang lagi asteroid lain. Kami harus memastikan pada saat itu kami telah siap," kata Rick Tumlinson kepada LiveScience.

NASA


Deep Space pasang target, tak lama lagi mereka akan mengirim robot Firefly untuk meneliti asteroid-asteroid yang potensial ditambang. Pada 2020, mereka berharap sudah siap beroperasi dan bersaing dengan Planetary Resources. "Antariksa sangat luas. Ada sekitar 3 juta asteroid dalam jangkauan. Masih banyak tempat bagi semua orang," kata Rick.

Tapi tak semua orang terkesan oleh angka-angka yang disodorkan Rick. "Deep Space kelewat optimistis dengan asteroid DA14," kata Michael Busch, astronom di Observatorium National Radio Astronomy. Menurut Busch, peneliti dari Massachusetts Institute of Technology sudah meneropong dengan cermat asteroid D14. Hasilnya, asteroid itu termasuk jenis asteroid kelas L. Artinya, komposisi penyusun asteroid itu terdiri atas besi-magnesium silikat. Bukan material yang bernilai tinggi.

Halaman 2 dari 2
(sap/sap)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads