Ya, PKS kembali memasukkan jargon "Bersih, Peduli dan Profesional" ke panji partai. Jargon ini sempat diganti menjadi "Cinta, Kerja dan Harmoni" tak lama setelah eks Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq berkasus di KPK.
Sekjen PKS Taufik Ridho mengatakan sebenarnya partainya tak pernah mengubah jargon. "Bersih dan Peduli" selalu menjadi jargon PKS, sebab termaktub di AD ART. Adapun jargon "Cinta, Kerja dan Harmoni" hanya bagian dari strategi kampanye di Pemilu 2014.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasilnya, jargon Cinta, Kerja dan Harmoni membawa PKS meraih 6,69% perolehan suara di Pemilu 2014. Angka itu lebih rendah dari hasil di Pemilu 2004 dan 2009 yang di atas 7%, saat PKS masih memakai jargon "Bersih dan Peduli". Namun memang, kondisi di 2014 PKS masih babak belur dihajar isu korupsi Luthfi Hasan Ishaaq.
Seiring dengan kembalinya jargon "Bersih dan Peduli", PKS juga menghidupkan tradisi lama, yaitu Galibu alias Gerakan Lima Ribu yang untuk Munas ke-4 ini dimodifikasi menjadi Gerakan Lima Puluh Ribu. Galibu adalah gerakan membiayai acara PKS secara patungan. Pengurus, kader, dan simpatisan PKS diminta partisipasinya membiayai acara-acara PKS, salah satunya Munas ke-4 tanggal 14-15 September ini. Kembali dihidupkannya Galibu disambut baik dengan terkumpulnya dana segar sebesar Rp 1,2 miliar.
Soal perubahan-perubahan PKS ini, Taufik Ridho mengatakan sebenarnya tak banyak yang berubah, hanya sejumlah istilah. Namun memang PKS menggunakan istilah-istilah yang lebih dekat ke rakyat, yang arahnya melayani ummat.
"Sekarang lebih ke arah bagaimana khidmat alias pelayanan kepada rakyat. Ini tema Munas kita," ujar Taufik.
Taufik juga menegaskan komitmen PKS untuk jauh-jauh dari korupsi. Bersih dan Peduli tak hanya sekadar jargon, tapi juga akan menjadi dasar gerakan PKS dan dihayati oleh seluruh kader.
"Saya pikir itu sudah menjadi komitmen kita. Itu adalah nilai-nilai yang harus dijaga dan diperjuangkan," tuturnya.
(tor/van)