Disparitas putusan ini bisa terlihat antara si miskin Busrin dengan perusahaan PT NSP. Busrin menebang kayu mangrove di Desa Pesisir, Kecamatan Sumberasih, Probolinggo, Jawa Timur, pada 16 Juli 2014. Tujuannya, kayu itu akan digunakan untuk kayu bakar agar dapurnya tetap ngebul. Sebab, kuli pengangkut pasir itu tidak mempunyai uang membeli tabung gas 3 kg.
Apa daya, Busrin yang buta huruf dan buta hukum itu harus berurusan dengan pengadilan. Pada 2 Oktober 2014, palu majelis hakim PN Probolinggo mengantarkan Busrin ke penjara untuk meringkuk selama 2 tahun. Tidak hanya itu, Busrin juga dihukum membayar denda Rp 2 miliar. Denda yang tidak logis karena untuk membeli tabung gas 3 kg saja Busrin tidak mampu. Sebagai tebusannya, Busrin harus meringkuk satu tahun di penjara. (Baca:Alasan Hakim Penjarakan Si Miskin Pencari Kayu Bakar Selama 2 Tahun)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beda Busrin, beda pula yang dialami oleh PT NSP. Jaksa mendakwa PT NSP membakar hutan di lima desa di Meranti, Riau dan mengakibatkan kabut asap di Sumatera dan mampir ke Singapura dan Malaysia.
Atas perbuatan PT NSP, jaksa menuntut Manajer Cabang PT NSP Erwin selama 6 tahun penjara dan Manajer PT NSP, Nowo selama 1,5 tahun penjara. Selain itu, PT NSP juga dituntut membayar denda Rp 2 miliar plus dana pemulihan lahan Rp 1 triliun. Apa daya, PN Bengkalis membebaskan Erwin dan Nowo dan PT NSP hanya didenda Rp 2 miliar. Atas vonis tersebut, jaksa lalu mengajukan kasasi dengan tuntutan yang sama.
Jika Busrin yang hanya menebang pohon untuk kayu bakar dihukum 2 tahun dan denda Rp 2 miliar, mengapa perusahaan yang membakar hutan hanya didenda Rp 2 miliar dan bosnya dibiarkan bebas? (asp/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini